
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KemenLHK), Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Cahyo R. Muzhar selaku anggota Satuan Tugas (Satgas) Montara semakin tegas untuk menggugat hingga tuntas terkait kasus tumpahan minyak Montara di Laut Timor Nusa Tenggara Timur (01/04/22).
Kasus yang bermula dari meledaknya kilang minyak Montara di Laut Timor milik perusahaan Thailand yang berkantor di Australia yaitu PTTEP Australasia pada tahun 2009 yang menumpahkan sekitar 30 ribu barel minyak mentah ke Laut Timor dan mencemari perairan tersebut. Dari kejadian tersebut hingga saat ini dampak tumpahan minyak selain berpengaruh terhadap kerusakan lingkungan hidup biota laut hingga kesehatan dan mata pencaharian masyarakat setempat.
Kemudian pemerintah Indonesia membentuk Satgas untuk menggugat kasus tumpahan minyak tersebut pada tahun 2018 dan gugatan internasional yang dipimpin oleh Kemenkumham berhasil dimenangkan oleh Pemerintah Indonesia pada Maret 2021. Akan tetapi, perusahaan Thailand PTTEP mengajukan banding yang persidangannya akan digelar bulan Juni 2022.
“Ini merupakan tindak lanjut dari upaya pemerintah untuk penyelesain kasus tumpahan minyak Montara, seperti diketahui Pengadilan Federal Australia di Sydney pada Maret 2021 telah memenangkan gugatan 15.481 petani rumput laut dan nelayan Kupang dan Rote Ndao Nusa Tenggara Timur,” kata Luhut Binsar Panjaitan pada acara Optimalisasi Penyelesaian Kasus Montara dalam ruang diskusi Forum Merdeka Barat 9, di Jakarta.
Luhut menjelaskan, sebagai negara berdaulat pemerintah dalam hal ini harus melakukan upaya hukum untuk membela kepentingan rakyat Indonesia yang terdampak.
“Kita harus membela para nelayan Indonesia yang menjadi korban, dan akan segera melayangkan gugatan didalam negeri yang akan di koordinir oleh KemenLHK. Sedangkan untuk proses hukum diluar negeri Kemenkumham sebagai koordinatornya. Dan kita akan lebih agresif lagi dalam membela ini,” terangnya.
Luhut juga menegaskan bahwa pemerintah Indonesia tengah menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk melayangkan gugatan.
“Presiden sudah memberikan instruksi juga untuk menyiapkan Perpres ini, dan kita tidak main-main mengenai ini,” tegasnya.
Sementara itu Dirjen AHU Cahyo R. Muzhar mengatakan upaya hukum Pemerintah Indonesia yang dilakukan oleh Kemenkumham melalui Pengadilan Abitrase Internasional ini merupakan sebuah kemenangan besar karena memiliki banyak bukti yang kuat.
“Alat bukti yang diajukan dalam persidangan di Pengadilan Federal Sydney diterima oleh hakim pengadilan sebagai bukti-bukti yang kuat. Sebetulnya kita tinggal lanjutkan saja melalui Hukum Laut Internasional yang diatur pada United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 karena ini merupakan tindakan pelanggaran dan mereka harus bertanggung jawab untuk segera membayar kompesansi,” jelas Cahyo.
Lebih jauh Cahyo menuturkan pada UNCLOS 1982 bahwa negara yang melakukan pelanggaran baik diwilayah teritorialnya atau pun zona ekonomi eksklusifnya yang berdampak pada pencemaran, apalagi kepada wilayah pantai negara lain harus bertanggung jawab penuh.
“Ini adalah issue legal, jadi tidak akan merusak hubungan bilateral antar negara dan harus menghormati putusan pengadilan apapun bentuk lembaga pengadilannya, baik nasional maupun internasional. Dan kita optimis untuk memenangkan gugatan,” tandasnya.
[AGP]