
Jakarta – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) menjadi delegasi Indonesia dalam Criminal Justice Forum pertama untuk Asia Pasifik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Jepang dan Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Urusan Narkoba dan Kejahatan.
Forum yang baru pertama diselenggarakan tersebut berfungsi sebagai forum untuk saling bertukar pandangan maupun pengalaman yang akan memperkuat kerja sama internasional antara negara-negara di kawasan Asia Pasifik dalam memerangi kejahatan transnasional.
Dalam kesempatan tersebut Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional (OPHI), Tudiono, menyampaikan bahwa Indonesia telah melakukan berbagai upaya dalam menghadapi tantangan terkait kerja sama internasional terutama sehubungan adanya pandemi Covid-19 yang telah masuk pada tahun ketiga ini.
“Indonesia telah melakukan penyesuaian dalam melakukan kerja sama Mutual Legal Assistance (MLA) dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, melakukan pertemuan casework secara virtual, akses digital terhadap bukti lintas batas, dan penggunaan tanda tangan elektronik untuk mendukung pelaksanaan kerja sama internasional di bidang MLA dan ekstradisi,” ujar Tudiono di Jakarta (14/02/22).
Dirinya juga menambahkan mengenai pentingnya meningkatkan keamanan siber untuk mencegah dan melawan kebocoran data elektronik yang bersifat rahasia dalam pelaksanaan kerja sama internasional.
Dalam periode tahun 2019 hingga 2021, Indonesia telah mengajukan 14 permintaan MLA dan menerima 33 MLA dari negara lain. Dari berbagai bentuk permintaan MLA yang diajukan, kasus penipuan dan pencucian uang yang melibatkan multi-yurisdiksi menjadi pelanggaran nomor satu dalam permintaan MLA dan ekstradisi.
“Saat ini Indonesia tengah berupaya meningkatkan kerja sama internasional melalui kebijakan dengan mengembangkan undang-undang dan peraturan yang berkaitan dengan MLA serta ekstradisi seperti Undang-Undang Perampasan Aset,” jelas Tudiono.
Direktur OPHI juga menambahkan bahwa dalam pelaksanaan kerja sama internasional juga dibutuhkan adanya komitmen dan semangat dari masing-masing negara yang berpartisipasi.
“Kerja sama antarnegara diperlukan untuk menuju sistem peradilan pidana yang kuat dan adaptif demi mendukung terwujudnya Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030,” tutup Tudiono.
(NSA-FQ)