
JAKARTA - Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional (Direktur OPHI) Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Tudiono, mewakili Pemerintah Indonesia sebagai Delegasi Indonesia menekankan pentingnya kerja sama internasional melalui Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (MLA) dan ekstradisi, yang akan semakin mengefektifkan dan meningkatkan kerja sama internasional melawan korupsi.
Hal itu disampaikan dalam pernyataan nasional Indonesia di penyelenggaraan sesi ke-9 Konferensi Negara Pihak pada Konvensi PBB Menentang Korupsi/Conference of the States Parties to the United Nations Convention against Corruption (COSP) United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) secara hybrid di Sharm El Sheikh, Mesir (17/12/21).
"Pandemi yang telah melanda dunia kita selama lebih dari dua tahun dan telah menjadi tantangan serius bagi kerja sama internasional, khususnya dalam memerangi korupsi," kata Direktur OPHI di Jakarta.
Direktur OPHI menerangkan, korupsi akan berdampak negatif terhadap pembangunan di seluruh aspek kehidupan dan mempengaruhi pertumbuhan dan stabilitas ekonomi.
"Korupsi telah berkembang dengan menyesuaikan diri dari berbagai konteks situasi dan keadaan, termasuk di tengah pandemi global," ucapnya.
Direktur OPHI menyebut, dengan diselenggarakannya COSP UNCAC sangat membantu untuk memperkaya pemahaman dan membuat kebijakan bersama dengan mengumpulkan kompleksitas dan tantangan yang dihadapi oleh masing-masing negara anggota dalam memerangi korupsi terutama dalam melacak, menyita, dan memulihkan hasil kejahatan.
"Oleh karena itu, kami menyerukan kepada negara-negara anggota untuk menggunakan segala cara dan strategi yang mungkin untuk mengatasi kompleksitas dan tantangan ini dengan tujuan untuk mendukung upaya pemulihan aset oleh negara peminta, seperti pertukaran informasi atas transaksi mencurigakan terkait dengan hasil korupsi melalui kerjasama antar pemerintah dan antar lembaga," terangnya.
Direktur OPHI menambahkan keseriusan Pemerintah Indonesia yang ingin mengangkat kembali isu suap asing, karena UNCAC dipandang sebagai pedoman utama dalam upaya global memerangi korupsi, termasuk bagi forum-forum antikorupsi lainnya seperti G20 Anti-Corruption Working Group (ACWG). Lebih jauh, Direktur OPHI menegaskan kembali pentingnya kerja sama internasional yang efektif termasuk melalui keterlibatan yang lebih dekat, dalam upaya Indonesia untuk mencapai dunia yang bebas dari korupsi.
"Kami berpandangan bahwa suap terhadap pejabat publik asing jelas merupakan tindakan korupsi. Dalam hal ini, setiap solusi yang diambil untuk memerangi korupsi dalam forum diskusi ini akan bermanfaat untuk memandu pekerjaan kami di G20 ACWG." jelasnya.
Direktur OPHI juga menekankan kembali pentingnya memahami kompleksitas dan tantangan dalam melacak, menyita, dan merampas aset hasil tindak pidana. Terdapat kemungkinan adanya elemen yang beririsan antara proses pidana dan perdata dalam merampas aset. Sebagai contoh dalam menangani kerugian negara yang timbul akibat penyalahgunaan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Indonesia menyerukan negara-negara anggota untuk menggunakan alternatif strategi yang tepat untuk menghadapi berbagai tantangan dalam merampas aset hasil tindak pidana." terangnya.
Lebih jauh Direktur OPHI mengatakan,"Indonesia juga mengajak negara-negara anggota UNCAC untuk memaksimalkan pertukaran informasi secara sukarela mengenai transaksi-transaksi mencurigakan baik melalui kerja sama antar negara maupun antar instansi," tutupnya.