
TANGERANG – Direktur Pidana Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU), Mohamad Yunus Affan mengatakan sidik jari merupakan ciri tetap yang terdapat dalam setiap orang, karena itu sidik jari merupakan sumber terpercaya untuk mengidentifikasi seseorang terutama dalam penyelidikan.
"Daktiloskopi atau ilmu sidik jari adalah Pemeriksaan sidik jari guna identifikasi, pengetahuan khusus tentang gambar dan guratan jari tangan dan kaki pada manusia. Ilmu ini mempelajari gambar dan pola serta bentuk garis yang terdapat pada ujung-ujung jari kaki atau ujung jari tangan," kata Direktur Pidana, saat membuka Konsinyering Penyusunan Perubahan Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 37 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pengambilan, Perumusan dan Identitas Teraan Sidik Jari, di Tangerang (18/11/21).
Dia menjelaskan Daktiloskopi dapat digunakan sebagai usaha pengenalan dan pencegahan, dalam kriminologi pemakaian sidik jari sebagai alat bukti dan diatur dalam undang-undang. Sehingga menggunakan sidik jari sebagai metode identifikasi individu sah di mata hukum. Dalam perkembangannya fungsi Daktiloskopi tidak saja diaplikasikan pada bidang kriminal, tetapi pada bidang non kriminal.
“Jadi secara umum fungsi dan kegunaan daktiloskopi selain untuk melindungi identitas, tapi juga untuk mencegah dari kejahatan duplikasi dan memberikan informasi penting yang sangat dibutuhkan oleh para penyidik,” ungkapnya.
Dari Fungsi non kriminal tersebut Direktur Pidana memberikan contoh misalnya untuk, identifikasi bayi yang baru lahir, administrasi personal, data pemegang kartu pengenal, penderita amnesia, mayat yang tidak dikenal. Dan untuk kepentingan lain seperti untuk pengurusan klaim asuransi, pesiun, perbankan, ijazah, kartu tanda penduduk, surat ijin mengemudi, paspor dan lain sebagainya.
Lebih jauh dirinya menuturkan jika Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Ditjen AHU akan membantu bagaimana alat identitas diri ini tidak mudah dipalsukan dan mudah ditemukan dengan cepat dan akurat sehingga Daktiloskopi dengan mudah untuk mengidentifikasi seseorang. Namun sampai saat ini pengambilan sidik jari dilakukan dengan secara manual dan kedepannya akan menggunakan pengambilan dan pengolahan sidik jari secara elektronik.
“Saat ini Ditjen AHU sedang merumuskan cara untuk membangun, bagaimana pengambilan sampel dan pengolahan sidik jari bisa dilaksanakan melalui sistem aplikasi baru agar lebih cepat tepat dalam melakukan verifikasi.,” tuturnya.
Dia juga menyampaikan jika saat ini para Notaris dalam menjalankan jabatannya memiliki kewajiban untuk melekatkan surat dan dokumen sidik jari penghadap pada Minuta Akta sesuai dengan Undang Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014. Mengingat semakin kompleksnya kebutuhan koordinasi antar unit di sebuah instansi/organisasi maka kehadiran integrasi sistem aplikasi pun semakin krusial. Dengan tujuan untuk meningkatkan kerjasama antar bagian, mempercepat proses komunikasi antar unit, akses data secara real time, kemudahan pengambilan kebijakan, dan optimalisasi sumber daya manusia.
“Dalam penerapannya, Minuta Akta diperlukan adanya integrasi sistem antara aplikasi yang ada di Direktorat Perdata dengan aplikasi Daktiloskopi, yang pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pekerjaan,” ujarnya.
Sementara itu Kepala Sub Direktorat Daktiloskopi, Kurnia Banani Adam mengatakan penyusunan perubahan Permenkumham Nomor 37 tahun 2016 mengenai Tata Cara Pengambilan, Perumusan, Identifikasi Teraan Sidik Jari dilakukan karena ada beberapa ketentuan dalam permenkumham yang sudah tidak sesuai lagi dengan pelaksanaannya dan belum adanya data aplikasi yang dapat di akses melalui AHU Online.
“Selain belum adanya aplikasi teraan data sidik jari, juga ada beberapa ketentuan yang perlu ditambahkan. Seperti penerbitan kartu Daktiloskopi untuk teraan sidik jari yang sudah dirumus, penyimpanan data teraan sidik jari yang dilakukan hanya berdasarkan nomor Daktiloskopi dan tahap penomoran saja,” tutupnya.