
BEIJING - Dalam rangka bagian dari inovasi pelaksanaan program kerja tentang kewarganegaraan, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) tahun 2019 mengadakan sosialisasi dan diskusi teknis layanan kewarganegaraan bagi masyarakat Indonesia yang di luar negeri. Sosialisasi tersebut mendapat tanggapan serius dari beberapa Warga Negara Indonesia (WNI) di Beijing, termasuk kalangan pelajar, pekerja, dan ibu rumah tangga yang bersuamikan warga negara asing.
Dalam sosialisasi tersebut Direktur Tata Negara Ditjen AHU Kartiko Nurintias menyampaikan sebanyak 199 anak hasil perkawinan pasangan campuran Indonesia dan China masih terdaftar memiliki kewarganegaraan ganda.
"Tadi saya lihat di KBRI sini ada 199 anak yang masih terdaftar kewarganegaraan ganda, nanti kalau sudah usia 21 tahun harus pilih salah satu kewarganegaraan" kata Dia di Aula Kedutaan Besar RI di Beijing , Republik Rakyat Tiongkok , Minggu(15/12/2019).
Menurutnya Indonesia dan Cina sama-sama menganut asas kewarganegaraan tunggal sehingga anak dari pasangan suami-istri yang berasal dari dua negara berbeda tersebut harus memilih salah satu kewarganegaraan dari kedua orang tuanya.
Di kesempatan itu, Dia juga menjelaskan aplikasi Sistem Adminstrasi Kewarganegaraan Elektronik (SAKE) dalam permohonan pengajuan kewarganegaraan, WNI yang mengajukan permohonan pindah kewarganegaraan, menurut Kartiko, prosesnya sangat mudah selama semua persyaratan terpenuhi.
"Syaratnya mudah karena kami punya aplikasi SAKE (Sistem Administrasi Kewarganegaraan Elektronik), tinggal masukkan berkas persyaratan untuk diverifikasi dan bayar PNBB (Pendapatan Negara Bukan Pajak) yang ada di dalam aplikasi itu, langsung diproses," jelasnya.
Namun dia meminta para pemohon harus memastikan terlebih dulu pemerintah negara lain yang menjadi tujuan pindah kewarganegaraan bersedia menerima permohonan.
Kartiko juga berharap peristiwa di Taiwan dan Singapura yang menimpa puluhan anak hasil perkawinan campuran tidak terjadi di Beijing.
"Di Taiwan itu ada 52 anak hasil perkawinan campuran yang menjadi korban ketidakharmonisan orang tuanya, sedangkan di Singapura anak usia 21 hasil perkawinan campuran yang tidak mau ikut program wajib militer berbondong-bondong kembali ke Indonesia”ujarnya .
Sementara itu, Wakil Kepala Perwakilan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Beijing Listyowati menyambut baik dan yakin bahwa kegiatan sosialisasi SAKE yang penting ini akan membawa manfaat yang besar bagi WNI yang ada di Beijing.
“Sebagaimana diketahui hubungan dan kerja sama antara Indonesia dan Tiongkok mengalami perkembangan yang sangat signifikan dalam beberapa tahun terakhir, termasuk people-to-people contact pada gilirannya akan memunculkan berbagai permasalahan. Terutama anak berkewarganegaraan ganda dari hasil perkawinan campuran tersebut, ini merupakan salah satu program KBRI Beijing dalam upaya memberikan pelayanan yang berkesinambungan kepada WNI yang berada di Beijing mengenai isu-isu kekonsuleran” tutupnya.