JAKARTA - Pemerintah RepubIik Indonesia akhirnya memenangkan perkara gugatan “Churchill Mining Plc dan Planet Mining Pty Ltd. (“Para Penggugat”) di forum arbitrase International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington D.C. Amerika Serikat atas kasus 4 perusahaan pertambangan batu bara Grup Ridlatama di Kecamatan Busang Kutai Timur. Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Cahyo Rahadian Muzhar, saat menjadi narasumber dikusi di Pusat Arbitrase dan Mediasi Indonesia (PAMI) Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) di Jakarta, Jumat (5/7/19).
Kasus ini bermula saat Churchill Mining Plc (sebuah perusahaan Inggris) dan Planet Mining Pty Ltd (sebuah perusahaan Australia) menuduh Pemerintah Republik Indonesia melanggar Bilateral Investment Treaty (BIT) RI-UK dan RI-Australia.
Para Penggugat berada di Indonesia melalui kepemilikan saham pada perusahaan penanaman modal asing bernama PT Indonesia Coal Development (PT ICD) yang melakukan kerjasama dengan empat perusahaan nasional yaitu PT Ridlatama Tambang Mineral (PT RTM), PT Ridlatama Trade Powerindo (PT RTP), PT Investama Resources (PT IR), dan PT Investmine Nusa Persada (PT INP) (selanjutnya disebut secara bersama-sama disebut “Grup Ridlatama”) dalam proyek East Kutai Coal Project (EKCP) di Kabupaten Kutai Timur.
''Pemerintah Indonesia dituduh melakukan serangkaian tindakan yang berujung pada ekspropriasi tidak langsung (indirect expropriation) dan perlakuan yang tidak adil dan seimbang (fair and equitable treatment) yang menimbulkan kerugian terhadap investasi mereka di Indonesia melalui pencabutan Kuasa Pertambangan/ Izin Usaha Pertambangan (KP/IUP) Eksploitasi mitra kerja Para Penggugat (empat perusahaan Grup Ridlatama) oleh Bupati Kutai Timur pada tanggal 4 Mei 2010'' Ungkap Cahyo.
Dia menambahkan bahwa Proses hukum pidana di Indonesia dan proses arbitrase di ICSID berkaitan dengan pokok perkara yang berbeda. Proses pidana di Indonesia bertujuan untuk membuktikan adanya tindak pidana pemalsuan dokumen Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dijadikan landasan klaim investasi Churchill Mining Plc. Sementara tujuan proses arbitrase di ICSID adalah untuk membuktikan apakah terdapat pelanggaran terhadap Bilateral Investment Treaty (BIT) RI-Inggris dan RI-Australia dengan tujuan akhir memperoleh kompensasi.
''Proses pemeriksaan pidana yang berlangsung di Indonesia terhadap pengurus dari 4 (empat) perusahaan dibawah Grup Ridlatama dinyatakan tidak ada satupun Penggugat baik Churchill Mining Plc maupun Planet Mining Pty Ltd menjadi terlapor'' jelasnya.
Lebih lanjut, Tim Penanganan Gugatan juga melakukan koordinasi intensif dengan Polri khususnya Tim Penyidik dalam menentukan kebijakan dan langkah ke depan terkait proses hukum di Indonesia agar tidak berpotensi menimbulkan dampak diajukannya kembali Provisional Measures oleh Para Penggugat. Soal kasus ini. Cahyo mengungkapkan sering ditawari damai oleh pihak pengugat.
'' Dalam kasus ini pemerintah Indonesia sering ditawari untuk berdamai '' pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, penyelesaian perkara hukum atas sengketa bisnis semakin lama semakin rumit dan tidak jelas. Hal itu kata Dia, perlu adanya langkah dan pemecahan yang serius agar pengusaha terlindungi dalam berbagai gugatan yang diajukan diluar persidangan. Dirinya berharap PAMI dapat menjadi rumah bagi pemecahan permasalahan hukum yang banyak terjadi, Dia juga berharap PAMI akan semakin dikenal secara luas, sehingga arbitrase akan dapat memberikan perbaikan dalam penyelesaian masalah baik dipengadilan atau diluar pengadilan.
'' Makanya sebagai bentuk kerjasama antara pemerintah dan pengusaha kegiatan diskusi tentang arbitrase menjadi penting, apalagi narasumbernya langsung Dirjen AHU yang telah berhasil memenangkan perkara gugatan “Churchill Mining Plc dan Planet Mining Pty Ltd. (“Para Penggugat”) di forum arbitrase International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington D.C. Amerika Serikat'' tutupnya.