
Bogor – Direktur Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Daulat Pandopotan Silitonga mengatakan perubahan Undang-Undang (UU) tentang Organisasi Kemasyarakat (Ormas) tejadi pergeseran posisi mengenai badan hukum yayasan dan perkumpulan.
Dia menjelaskan ormas yang awalnya sebagai badan hukum mandiri menjadi salah satu jenis organisasi kemasyarakatan dengan nama ormas berbadan hukum. Pergeseran tersebut berdampak pada perubahan fungsi dan peran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai pihak pemerintah yang terlibat dalam ormas.
“Perubahan mengenai fungsi dan peran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada badan hukum yayasan dan perkumpulan yang tadinya hanya bersifat legal administratif meliputi pengesahan, persetujuan dan penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar menjadi berkembang meliputi pengesahan, pengawasan, mediasi dan penjatuhan sanksi atau pembubaran,” kata Daulat, di Bogor, Jawa Barat, Kamis (21/3/2018).
UU Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan sudah diubah menjadi UU Nomor 16 Tahun 2017 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2017 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 17 Tahun 2013 menjadi UU.
Berdasarkan data yang ada, saat ini jumlah yayasan dan perkumpulan yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia berjumlah 382.326. Jumlah tersebut mengalami kenaikan hampir 500 persen sejak tahun 2009 lalu yang hanya berjumlah 40 ribu untuk yayasan dan 6 ribu untuk perkumpulan.
“Peningkatan tersebut salah satunya adalah karena faktor adanya program-program dari beberapa kementerian dan lembaga mengenai Organisasi yang menjadi mitranya yang didorong untuk menjadi badan hukum,” kata Daulat.
Lebih jauh, Daulat mengungkapkan khusus fungsi penjatuhan sanksi terhadap ormas berbadan Hukum oleh pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2017, saat pelaksanaan pemberian sanksi Kemenkumham harus berkoordinasi dengan instansi terkait.
“Selain itu, membutuhkan verifikasi faktual dari aspek tindakan ormas maupun dari legalitas atau hukum sehingga keputusan terkait sanksi tersebut menjadi komprehensif,” ungkapnya.