Jakarta - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta kembali menggelar sidang lanjutan terkait gugatan atas Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Agenda sidang kali ini Tim Kuasa Hukum Menteri Hukum dan HAM R.I (Tergugat) menghadirkan dua Ahli dan satu Saksi Fakta, serta mengajukan bukti-bukti tambahan.
Rektor UIN Sunan Kalijaga dan President of Asian Islamic Universities Association Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi, MA, Ph.D yang hadir sebagai saksi ahli dalam persidangan kali ini menegaskan, bahwa Al-Quran tidak pernah menyebut kata khilafah, tetapi Firman Allah SWT di dalam surat Al-Baqarah : 30-37 adalah khalifah.
"Salah satu makna khalifah adalah orang yang mampu mengelola khilaf (kesalahan) dan ikhtilaf (perbedaan, kebhinekaan)," kata Yudin Wahyudi saat menjadi saksi ahli di PTUN, Kamis (8/3/18)
Dia juga mengungkapkan bahwa setiap perbedaan pasti berpontensi memunculkan perpecahan kemudian kelemahan. Khalifah harus mampu menyelesaikan masalah-masalah ini, sehingga sebagai problem solver harus memenuhi persyaratan untuk bidang/jabatan yang dia pilih sendiri. khilafah sebagai sistem politik seperti yang ingin ditegakkan kembali oleh HTI, karena berkaca pada sejarah bahwa Rasulullah berhasil membebaskan kota Mekkah.
"Fathu Makkah ini ternyata merupakan revolusi pertama tidak berdarah dalam sejarah yang disebabkan adanya dukungan dari para Sahabat yang profesional dalam bidang mereka masing-masing,” Ungkapnya.
Pendirian Negara Khilafah seperti yang didengungkan oleh HTI berarti pemberontakan terhadap Negara Pancasila. Jika Negara Khilafah berhasil didirikan, maka NKRI akan dibubarkan dan diganti dengan negara baru. Padahal, Negara Pancasila merupakan hasil kesepakatan (ijmak atau konsensus) bangsa Indonesia.
"Siapa pun, khususnya umat Islam, yang terlahir di Negara Pancasila terikat dengan perjanjian kenegaraan ini. Sudah sangat jelas, Alquran memerintahkan agar penuhilah perjanjian-perjanjian (yang Kalian buat)," tambahnya.
Orang-orang munafik berada di Neraka yang paling bawah Karena penentuan bentuk negara merupakan masalah ijtihadiah (bukan kewajiban agama) maka umat Islam Indonesia tidak terikat dengan konsep Negara Khilafah HTI. Dengan demikian, Negara Pancasila yang ternyata sangat sejalan dengan semangat Piagam Madinah ini mendapatkan penguatan. Pancasila, tidak membutuhkan Khilafah sebagai sistem pemerintahan, tetapi sangat membutuhkan sebanyak khalifah dalam sebanyak bidang. untuk mempertahankan diri dan mewujudkan cita-citanya. Dengan kata lain tugas utama umat Islam adalah bersyukur, dengan mengoptimalkan profesionalitas dan kompetensi dalam rangka beribadah kepada Allah SWT melalui Pancasila, UUD 1945, Kebhinekaan dan NKRI, agar dapat mewujudkan Islam Rahmatan lil Alamiin.
Penerapan pendirian negara khilafah sesuai cita-cita HTI dilarang di Indonesia, agar negeri ini aman. Khilafah tidak bisa diterapkan di Indonesia karena negeri ini sudah berbentuk NKRI. Bangsa Indonesia sudah bersatu dalam Pancasila. Pemberontakan terhadap Pancasila berarti pemberontakan terhadap Allah SWT.
Sementara itu ,Hafzan taher, selaku kuasa hukum pemerintah menegaskan saksi yang dihadirkan oleh pemerintah sepakat bahwa ajaran HTI itu bertentangan oleh Pancasila dan ingin mengganti Pancasila.
“Sudah jelas khilafah yang di dengung-dengungkan oleh HTI itu adalah bertentangan Pancasila bahkan ingin mengganti Pancasila,” Ungkap Hafzan.
HTI, Sambung Hafzan, sebagaimana gerakannya, semuanya itu ujung-ujungnya ingin menjadikan negara islam.
Sidang akan dilanjutkan pada hari kamis, 15 Maret 2018 dengan agenda mendengarkan saksi-saksi dari para pihak dan penambahan bukti surat.