Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), kembali menggelar sidang lanjutan gugatan perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) atas langkah pemerintah yang mencabut status badan hukum dan membubarkannya. Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan saksi ahli Hukum Administrasi Negara Zainal Arifin yang dihadirkan oleh HTI sebagai penggugat sidang. Sidang yang dipimpin hakim ketua Tri Cahya Indra Permana dan dua hakim anggota, Nelvy Christin dan Rony Erry Saputro digelar di ruang sidang utama PTUN, Jl. A. Sentra Primer Baru Timur, Pulo Gebang, Jakarta Timur , kamis (15/2/18).
kuasa hukum HTI Yusril Ihza Mahendra mempertanyakan legal standing HTI. Ormas anti-Pancasila itu dinilai tidak memiliki legal standing lantaran sudah dibubarkan oleh pemerintah. Atas pertanyaan kuasa hukum HTI itu Zainal Arifin menilai Hizbut HTI mempunyai legal standing untuk melayangkan gugatan. Ia juga menilai semua pihak memiliki hak konstitusional.
"Pendapat saya punya legal standing. Semua pihak yang hak konstitusionalnya merasa dirugikan bisa menempuh jalur hukum," kata Zainal
kuasa hukum dari Kementerian Hukum dan HAM, I Wayan Sudirta membantah keras Pernyataan itu. Menurut dia ormas yang telah dicabut badan hukumnya tidak lagi punya legal standing untuk mengugat.
" Perkumpulan HTI ini ibaratnya jenazah tinggal rohnya saja, tidak bisa hidup lagi. Harusnya bukan pihak kami yang beragumentasi, tapi bertanya kepada mereka sendiri, kalau badan hukum itu punya hak setelah dicabut, kenapa di MK dia menggunakan perorangan. Justru badan hukumnya diganti. Artinya ada kontradiksi," kata I Wayan.
HTI, sambungnya, seharusnya juga percaya diri dalam melayangkan gugatan, jika merasa punya legal standing. Pada kenyataannya, HTI tak yakin dengan keabsahannya dalam mengugat pembubarannya.
"Masih ngambang keyakinannya, ini HTI masih sah apa enggak. Maka terpecah dia. Di Mahkamah Konstitusi mengugat bukan badan hukum, di sini badan hukum. Itu dia terbukti meragukan," tutur dia.
Zainal menambahkan Indonesia merupakan negara hukum. Pencabutan dan Pembubaran ormas harus melalui beberapa proses yang diatur dalam perundang-undangan yang jelas dan tidak bisa negara membubarkan organisasi dan organnya.
"Kalau ada salah, tidak serta merta dicoret, ada proses-proses. Inilah kemanusian yang adil dan beradab dan bermuara kepada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," kata Zainal.
Hal tersebut kembali dipatahkan oleh kuasa hukum pemerintah bahwa pencabutan yang dilakukan oleh kemenkumham sudah tepat, surat keputusan sudah memenuhi unsur – unsur hukum yang berlaku.
‘’ SK nya kan sudah melalui unsur – unsur hukum yang berlaku salah satunya adalah dibuat oleh pejabat pemerintahn sesuai dengan regulasi yang jelas’’ tutup, wayan
Sidang akan dilanjutkan kembali pada, hari kamis, 22 Febuari 2018 dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari para pihak.