
BOGOR - Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) terus mematangkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Fidusia dan Badan Hukum. Rumusan kedua RUU ini pun sudah masuk dalam prolegnas DPR 2018 nanti.
Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) AHU, Agus Nugroho Yusup mengatakan RUU Fidusia dan Badan Usaha merupakan program Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam meningkatkan peringkat Indonesia dalam Ease of Doing Business (EoDB). Presiden juga meminta semu instansi pemerintah untuk melakukan inovasi-inovasi agar masyarakat lebih mudah dalam kemudahan berbisnis guna meningkatkan perekonomian nasional.
"Pengaturan mengenai badan usaha di Indonesia saat ini diatur secara terpisah dalam UU tersendiri. Padahal, di berbagai negara maju di dunia, pengaturan mengenai badan usaha banyak yang telah dikodifikasikan dalam satu undang-undang," kata Agus, saat membuka rapat kajian finalisasi RUU Fidusia dan Badan Usaha, di Hotel Rancamaya, Bogor, Jawa Barat, Jumat (8/12/17).
Agus menjelaskan pengurusan ijin untuk memulai berusaha di Indonesia memang tergolong kompleks dan lama. Berdasarkan dari data World Bank untuk memulai suatu usaha di Indonesia membutuhkan waktu 11 sampai 12 tahapan atau prosedur yang memakan waktu 24 sampai 29 hari.
"Padahal perizinan-perizinan itu bisa diintegrasikan dan memotong waktu. Misalnya pengesahan Badan Hukum PT dapat diintegrasikan dengan pemberian izin Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), dan izin-izin lainnya," ungkapnya.
Seharusnya, kata dia, dalam pendirian badan hukum di Indonesia pengurusan ijin hanya membutuhkan waktu tiga hari. Hal ini sama seperi di Singpura dimana dalam mendirikan PT hanya butuh waktu tiga hari dan sudah bisa beroperasi.
"Kebijakan mendukung EoDB, Kemenkumham telah ditunjuk untuk segera menyelesaikan RUU Badan Usaha sebagai langkah revolusioner dalam mendukung kemudahan berusaha," jelansya.
Sementara, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum Kemenkumham, Risma Indriani mengatakan pihaknya akan selalu membantu dan mengawal penyusunan naskah RUU Fidusia dan Badan Usaha agar secepatnya dapat diajukan dan disahkan di DPR. Selain itu, dalam penyusunan naskah kedua RUU tersebut diharapkan tidak terjadi tumpang tindih peraturan dan UU yang sudah ada.
"Kami akan selalu membantu dan mengawal proses naskah akademik RUU Fidusia dan Badan Usaha sampai selesai dan menjadi peraturan dan Undang - undang, sehingga kedepan tidak terjadi tumpang tindih peraturan yang berkaitan dengan badan usaha," imbuhnya.
Kepala Pusat Perencanaan hukum Nasional BPHN, Mien Usihen Ginting menyampaikan latar belakang pembentukan RUU Badan Usaha untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia.
"Membuat UU Badan Usaha yang dapat memberikan perlindungan yang evesien dalam implementasinya dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi nasional," jelasnya.
Bank Dunia Minta RUU Fidusia Diperhatikan
Associate World Bank Group, Aria Suyudi menuturkan Fidusia pada awalnya diperkenalkan dari hukum Romawi yang disebut Corpus Iuris Civilis Justinianus. Indonesia sendiri mengadopsi Fidusia melalui Belanda, namun saat ini Belanda sudah menghapuskan Fidusia dengan alasan Unitary Ownership (Kepemilikan Tunggal) yang diadopsi oleh sistem hukum Civil Law.
"Seandainya kita ingin menyusun RUU Fidusia baru, perlu dipertimbangkan juga apakah RUU tersebut hanya akan mengubah sebagian, atau mengubah seluruh," kata dia. Kendati Belanda sudah menghapus Fidusia, sambung dia, Indonesia tidak perlu mengikutinya. Alasannya, banyak sekali manfaat yang akan didapatkan masyarakat dengan adanya Fidusia.
"Fidusia saat ini merupakan salah satu instrument yang menjadi solusi dalam mendapatkan aliran dana secara cepat dan mudah," tambahnya.
Lebih jauh, Aria mengungkapkan fidusia sendiri sangat berkontribusi besar dalam indikator Getting Credit EoDB dan PNBP Ditjen AHU Konsep Non-Possessory Pledge dan menarik untuk dieksplor secara mendalam, terlepas akan tetap menggunakan fidusia atau tidak. Tidak menutup kemungkinan nantinya dapat mengadopsi Non-Possessory Pledge sebagai opsi lain jaminan benda bergerak (Non-Possessory Pledge).