Jember – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly mengatakan kegiatan semulia Konferensi Nasional Hukum Tata Negara (KHTN) sangat penting dan sudah kewajiban Kemenkumham untuk mendukung seoptimal mungkin untuk dapat diselenggarakan setiap tahun. "kegiatan semulia ini (KHTN) perlu kita adakan setiap tahunnya sayapun wajib mendukung kegiatan ini seoptimal mungkin" kata pria usia 64 tahun ini.
Acara ini, kata dia, sangat bermanfaat demi mencari solusi dalam kehidupan ketatanegaraan di Indonesia. Sehingga permasalahan yang ada selama ini bisa diselesaikan.
“Kegiatan semacam ini memang perlu diadakan secara rutin dalam rangka menemukan solusi atas berbagai tantangan kehidupan ketatanegaraan yang setiap saat selalu kita hadapi,” kata Yasonna saat membuka KHTN ke-4 Tahun 2017 di Aula Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur, Jumat (10/11/2017).
Dia menjelaskan KHTN merupakan agenda wajib yang selalu dihadirinya sejak penyelenggaraan kedua pada tahun 2015 lalu saat diselenggarakan di Padang, Sumatera Barat.
“Tidak saya hadiri saja, Kemenkumham yang saya pimpin juga selalu mendukung penyelenggaraan ini setiap saat,” ujarnya.
Pada saat menyampaikan orasi ilmiahnya, Yasonna menuturkan sejak Presiden Joko Widodo menjabat menaruh perhatian besar pada penataan regulasi nasional agar bisa mendukung pembangunan perekonmian nasional. Selain itu, lanjut dia, presiden juga menaruh perhatian besar pada aspek reformasi dan pembangunan hukum.
“Selain memberantas pungli di sektor pelayanan publik, penegakan hukum bagi pelaku pencuri ikan, hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual kepada anak, ketegasan memberantas narkoba, mempercepat penyelesaian berbagai undang-undang dan masih banyak lagi,” jelasnya.
Lebih jauh, dia pun mengaku senang bisa menyampaikan orasi ilmiah pada KHTN ke-4, karena merasa kembali kepada komunitas awalnya sebagai pendidik di perguruan tinggi. “Sebelum menempuh jalur politik, saya adalah dosen di Fakultas Hukum Universitas HKBP Nonmesen Medan,” jelasnya.
Sementara, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD menyampaikan selama mejabat sebagai majelis hakim MK periode 2008-2013 setidaknya ada tiga hal yang menyebabkan kekacauan hukum di Indonesia saat hukum dipandang sebagai aturan.
Pertama, kata dia, hukum digugat karena kurangnya pengalaman si pembuat hukum yang tidak profesional atau tidak ahli sehingga terjadi kekacauan.
"Misalnya, pasal yang satu sudah diatur oleh pasal lain menyatakan bahwa pengaturan yang lebih lanjut dalam pasal 5. Padahal pasal 5 itu lain lagi dengan masalah ini," kata Mahfud.
Kedua, karena adanya permainan politik atau tukar-menukar materi dalam membuat suatu undang-undang. "Misal, kalau mau peraturan begini, saya setuju kata sebuah parpol. Tapi yang ini harus begini. Sehingga pernah ada kesepakatan soal UU yang pernah kami batalkan di MK,"jelasnya.
Ketiga, karena adanya penyuapan anggota Dewan dalam penyusunan UU. "Tolong buat pasal begini, ini bayarannya. Buatkan 1 ayat begini di pasal begini, ini bayarannya. Saya pernah katakan itu dan Ketua DPR RI marah," katanya.
Mahfud mengungkapkan ketiga masalah hukum tersebut berdasarkan pengalamannya menjadi hakim MK karena banyaknya undang-undang yang harus dibatalkan disebabkan tiga faktor tersebut. Selain itu mahfud juga menyampaikan kepada akademisi dan seluruh peserta KHTN agar mempunyai moral hukum untuk dapat menyelamatkan hukum di Indonesia.
Ketua Panitia KHTN, Bayu Dwi Anggono mengatakan hasil output dari KHTN ini berupa tiga isu besar yang dianggap penting yakni strategi perampingan regulasi di pusat dan daerah, strategi harmonisasi pusat dan daerah serta penataan ulang jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan satu atap di MK.
“Hasil konferensi ini akan dibukukan dan didorong agar dapt digunakan presiden serta pihak terkait dalam melakukan penataan regulasi di Indonesia,” ungkapnya.