SOLO – Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan I Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan (Ditjen PP) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Karjono mengatakan pada pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla selalu mengedepankan tiga pilar reformasi birokrasi dalam membangun iklim usaha yang sehat di Indonesia.
Dia menjelaskan tiga pilar reformasi birokrasi yakni penataan regulasi, pembenahan pemerataan dan pembangunan budaya hukum. Hal ini, kata dia, sebagai bentuk sikap optimis bangsa Indonesia untuk menghadapi tantangan baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
“Ketiga pilar tersebut dapat menghasilkan reformasi hukum yang berkeadilan dan memberikan kepastian hukum kepada segenap rakyat Indonesia,” kata Karjono dalam Seminar Nasional dan Talkshow Pekan Hukum Nasional 2017 di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (11/11/2017).
Karjono menambahkan tiga pilar reformasi birokrasi sendiri sudah diterapkan di seluruh Eselon I Kemenkumham. Terutama berbagai pelayanan hukum yang langsung bersentuhan dengan masyarakat.
Sementara, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Syarkawi Rauf menjelaskan hal yang menjadi prioritas pada reformasi birokrasi pada saat ini yakni menghadapi persaingan usaha. Para pengusaha Indonesia, lanjut dia, tidak hanya bersaing dengan sesama pengusaha lokal namun juga pengusaha dari luar negeri.
“Persaingan usaha saat ini lebih ketat karena berkembangnya teknologi informasi. Para pengusaha lokal saat ini harus lebih pintar dalam memanfaatkan teknologi informasi, walaupun usaha mereka masih bersifat konvensional.” ujarnya.
Rauf pun berpendapat perlu ada penyelarasan antara usaha konvensional dengan usaha yang sudah memanfaatkan secara penuh teknologi informasi. Sehingga para pengusaha yang masih bersifat konvensional bisa bersaing.
“Namun pada prakteknya banyak persaingan usaha menjadi tidak sehat terutama adanya para kartel,” jelasnya.
Dosen Universitas Sebelas Maret, Hartiwiningsih menuturkan persaingan usaha yang tidak sehat karena adanya kartel merupakan suatu bentuk kejahatan ekonomi. Para kartel ini merupakan sekelompok orang yang hanya bertujuan mencari keuntungan besar dengan cara ilegal namun tidak menggunakan kekerasan.
“Kejahatan tersebut berdampak kerugian yang sangat besar bagi negara. Karena itu, perlu adanya ketegasan dari aparat penegak hukum untuk dapat menindak tegas kejahatan ekonomi tersebut,” ungkapnya.
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun memberikan pendapat negara sudah saatnya mengatur cabang-cabang penting milik negara terutama dalam bidang ekonomi agar tidak dikuasai oleh para kartel.
“Negara tidak hanya berbicara tentang mempertahankan kedaulatan ekonomi, tetapi juga mempertahankan kedaulatan hukum Indonesia,” tegasnya.