JAKARTA – Menteri Sosial (Mensos), Khofifah Indar Parawansa berpesan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk mengambil pelajaran moral dari peristiwa 10 November 1945 yang membangun persatuan Indonesia yakni harapan dan pengorbanan.
“Harapan dan pengorbanan itulah yang membentuk persatuan dan melahirkan Indonesia, merawat eksistensinya dalam panggung sejarah bangsa-bangsa, dan harus terus dinyalakan agar Republik Indonesia tetap berdiri tegak , menjadi besar dan terus memberi sumbangan penting sebagai bagian dari persaudaraan umat manusia di dunia,” kata Dirktur Jenderal Hak Asasi Manusia (Dirjen HAM) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Mualimin Abdi saat membacakan pidato Mensos ketika menjadi pembina upacara di Lapangan Kantor Kemenkumham, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (10/11/2017).
Dia mengatakan dalam sejarah Indonesia untuk meraih kemerdekaan, para pahlawan memiliki keberanian melawan para pejajah dengan digerakan melalui sebuah harapan. Modal tersebut, kata dia, menimbulkan rasa optimisme dalam hidup, membuka segenap potensi, kembalinya vitalitas dan daya hidup kemanusian untuk membuka kehidupan di masa depan.
“Sebuah harapan dengan mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia, maka kita dapat membangun sebuah kehidupan bernegara, rumah tangga politik kebangsaan dan kenegaraan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur,” ujarnya.
Mualimin menjelaskan harapan pada saat ini untuk Indonesia lebih baik ditambatkan kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla melalui sebuah visi terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong. Dalam merumuskan visi tersebut, sudah ada dalam sembilan agenda prioritas pemerintahan yang disebut Nawa Cita.
“Kesembilan agenda prioritas itu bisa dikategorisasikan ke dalam tiga ranah yakni ranah mental-kultural, ranah material (ekonomi) dan ranah politik. Pemerintah saat ini berusaha melakukan berbagai perubahan secara akseleratif, berlandaskan prinsip-prinsip Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” jelasnya.
Lebih jauh, dia menambahkan ketiga ranah pembangunan tersebut bisa dibedakan tapi tak dapat dipisahkan. Satu sama lain saling memerlukan dan dukungan agar terciptanya Indonesia yang selalu diinginkan oleh para bapak pendiri bangsa.
“Perubahan mental-kultural memerlukan dukungan politik dan material berupa politik kebudayaan dan ekonomi budaya. Sebaliknya perubahan politik memerlukan dukungan budaya dan material berupa budaya demokrasi dan ekonomi politik,” ungkapnya.
“Harapan dan pengorbanan itulah yang membentuk persatuan dan melahirkan Indonesia, merawat eksistensinya dalam panggung sejarah bangsa-bangsa, dan harus terus dinyalakan agar Republik Indonesia tetap berdiri tegak , menjadi besar dan terus memberi sumbangan penting sebagai bagian dari persaudaraan umat manusia di dunia,” kata Dirktur Jenderal Hak Asasi Manusia (Dirjen HAM) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Mualimin Abdi saat membacakan pidato Mensos ketika menjadi pembina upacara di Lapangan Kantor Kemenkumham, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (10/11/2017).
Dia mengatakan dalam sejarah Indonesia untuk meraih kemerdekaan, para pahlawan memiliki keberanian melawan para pejajah dengan digerakan melalui sebuah harapan. Modal tersebut, kata dia, menimbulkan rasa optimisme dalam hidup, membuka segenap potensi, kembalinya vitalitas dan daya hidup kemanusian untuk membuka kehidupan di masa depan.
“Sebuah harapan dengan mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia, maka kita dapat membangun sebuah kehidupan bernegara, rumah tangga politik kebangsaan dan kenegaraan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur,” ujarnya.
Mualimin menjelaskan harapan pada saat ini untuk Indonesia lebih baik ditambatkan kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla melalui sebuah visi terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong. Dalam merumuskan visi tersebut, sudah ada dalam sembilan agenda prioritas pemerintahan yang disebut Nawa Cita.
“Kesembilan agenda prioritas itu bisa dikategorisasikan ke dalam tiga ranah yakni ranah mental-kultural, ranah material (ekonomi) dan ranah politik. Pemerintah saat ini berusaha melakukan berbagai perubahan secara akseleratif, berlandaskan prinsip-prinsip Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” jelasnya.
Lebih jauh, dia menambahkan ketiga ranah pembangunan tersebut bisa dibedakan tapi tak dapat dipisahkan. Satu sama lain saling memerlukan dan dukungan agar terciptanya Indonesia yang selalu diinginkan oleh para bapak pendiri bangsa.
“Perubahan mental-kultural memerlukan dukungan politik dan material berupa politik kebudayaan dan ekonomi budaya. Sebaliknya perubahan politik memerlukan dukungan budaya dan material berupa budaya demokrasi dan ekonomi politik,” ungkapnya.