PONTIANAK – Kehadiran penerjemah tersumpah di kalangan masyarakat beberapa tahun lalu masih di pandang sebelah mata. Namun seiring perkembangan zaman dan pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia membuat keberadaan penerjemah tersumpah menjadi penting.
Tingginya kebutuhan penerjemah tersumpah dalam beberapa tahun terakhir, membuat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) akhirnya mengeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 29 Tahun 2016 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Pelaporan dan Pemberhentian Penerjemah Tersumpah.
Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Kalimantan Barat, Rohadi Iman Santoso mengatakan penerjemah tersumpah sudah sangat penting pada saat ini, khususnya bagi masyarakat yang akan menggunakan dokumen-dokumen dari luar negeri dana akan digunakan di dalam negeri ataupun sebaliknya.
“Kehadiran penerjemah tersumpah merupakan upaya mewujudkan kepastian hukum kepada masyarakat Indonesia. Kebutuhan penerjemah tersumpah pun sudah hadir di sendi-sendi kehidupan masyarakat,” kata Iman saat membuka acara seminar Penyampaian Informasi tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Pelaporan dan Pemberhentian Penerjemah Tersumpah di Hotel Santika, Pontianak, Rabu (30/8/2017).
Menurut dia, saat ini penerjemah tersumpah sudah masuk ke berbagai sektor pekerjaan seperti kedutaan besar, kantor akuntan, perusahaan pertambangan, perbankan, perusahaan migas, penerbit buku, perwakilan badan dunia maupun perusahaan manufaktur.
Sementara, Kepala Seksi Advokat Asing dan Penerjemah Tersumpah Direktorat Perdata Direkorat Jenderal (Ditjen) Administrasi Hukum Umum (AHU), Nyimas Lita Aprianti mengatakan sejak tahun 2012 profesi penerjemah tersumpah sempat terjadi kekosongan setelah pemerintah daerah (pemda) menghentikan pelayanan pengangkatan penerjemah tersumpah. Namun, kata dia, dari tahun 2012 sampai 2015 sudah ada surat permohonan untuk pengangkatan dan pengambilan sumpah dari calon penerjemah tersumpah di Kemenkumham dalam hal ini Ditjen AHU.
“Jumlah permohonan penerjemah tersumpah meningkat namun belum dapat ditindaklanjuti mengingat belum adanya ketentuan pengangkatan, pemantauan dan pemberhentian penerjemah resmi tersumpah,” ujar dia.
Dia menjelaskan dasar inilah yang menjadi alasan dikeluarkan Permenkumham Nomor 29 Tahun 2016 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Pelaporan dan Pemberhentian Penerjemah Tersumpah. Dalam peraturan tersebut, setidaknya ada dua syarat yang harus dipenuhi penerjemah tersumpah yakni normatif dan kualitatif.
“Syarat normatif meliputi WNI, bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, setia kepada Pancasila dan konstitusi, berdomisili di Indonesia dan sehat. Untuk kualitatif harus lulus ujian kualifikasi, tidak pernah berbuat kriminal dan tidak rangkap jabatan,” terangnya.
Kepala Seksi Advokasi Keperdataan Ditjen AHU, Amin Fajar Ocham mengatakan selain pengangkatan Ditjen AHU dalam hal ini Direktorat Perdata juga punya wewenang melakukan pemberhentian kepada penerjemah tersumpah. Beberapa alasan yang bisa memberhentikan penerjemah tersumpah dari jabatannya yakni meninggal dunia, tidak melaksanakan kewajiban dan tidak mampu secara rohani secara terus menerus selama tiga tahun.
“Selain itu penerjemah tersumpah ketahuan merangkap jabatan sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat atau sedang memangku jabatan lain, dijatuhi pidana penjara yang telah berkekuatan hukum tetap dengan penjara minimal empat tahun dan atas permintaan sendiri,” ungkapnya.
Pada seminar Penyampaian Informasi tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Pelaporan dan Pemberhentian Penerjemah Tersumpah dihadiri 50 orang peserta yang terdiri dari Kanwil Kemenkumham, kantor notaris, dosen perguruan tinggi negeri dan swasta, mahasiswa, dinas pendidikan provinsi, kota dan kabupaten, pengurus dan anggota perhimpunan penerjemah Indonesia serta Pemda Provinsi Kalimantan Barat. Para peserta yang hadir pun menyampaikan agar penerjemah tersumpah tidak hanya dokumen saja, melainkan juga bahasa isyarat untuk disabilitas dan penerjemah bahasa daerah dalam perkara di pengadilan.