Direktorat OPHI menggagas pembentukan Komunitas Hukum Perdata Internasional yang didukung penuh oleh beberapa Kementerian terkait seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian pendidikan dan kebudayaan, Kementerian Koordinator Keuangan, serta beberapa praktisi dan akademisi, serta di dukung penuh oleh Menteri Hukum dan HAM Bapak Yasona Laoly.
Latar belakang dari pembentukan Komunitas HPI tersebut berkaitan dengan salah satu strategi dan langkah yang harus dilakukan Indonesia untuk mendorong investasi dan pertumbuhan perekonomian Indonesia agar berdampak pada peningkatan daya saing Indonesia dalam perekonomian dunia. Dengan ditingkatkannya kualitas dan efisiensi kebijakan serta regulasi berbisnis di Indonesia, yang meliputi kemudahan memulai usaha, aturan mengenai perdagangan lintas Negara, pelaksanaan kontrak dan penyelesaian kepailitan lintas negara.
Sehingga Indonesia perlu menyesuaikan peraturan perundang-undangan yang ada dengan standar dan aturan rezim hukum internasional di bidang Perdata. Lebih lanjut perlu adanya upaya agar Indonesia dapat menjadi keyplayer dalam berinteraksi dengan aktor lainnya dalam ranah hukum perdata internasional melalui beberapa organisasi internasional.
Saat ini Indonesia telah menjadi Negara pihak dalam Asian-Africa Legal Consultative Organization (AALCO), International Institute for the Unification of Private Law (UNIDROIT) dan The United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL), selain itu Indonesia tengah mempertimbangkan akan menjadi negara pihak Hague Conference on Private International Law (HCCH).
Melalui keanggotaan pada Organisasi Internasional tersebut, Indonesia dapat memperoleh manfaat dari keanggotaannya untuk dapat meningkatkan daya saing Indonesia di bidang hukum perdata internasional.
Keanggotaan Indonesia pada organisasi-organisasi Internasional dimanfaatkan oleh Direktorat Otoritas Pusat dan Hukum Internasional sebagai bahan dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang kerjasama Hukum Perdata Internasional dan dalam pemberian pendapat dan pertimbangan permasalahan Hukum Perdata Internasional yang saat ini merupakan fokus dari proyek perubahan yang tengah digagas oleh Direktur OPHI Cahyo R Muzhar.
Melalui Proyek Perubahan tersebut diharapkan merupakan jawaban terhadap kebutuhan Indonesia untuk meningkatkan daya saing pelaku bisnis Indonesia dalam bertransaksi dengan mitranya dari luar negeri serta kebutuhan untuk meningkatkan kepercayaan investor asing dalam berinvestasi di Indonesia. Salah satu cara yang harus dilakukan adalah dengan meningkatkan iklim investasi dan usaha yang lebih baik bagi investor dan pelaku usaha asing di Indonesia maupun meningkatkan dan memberikan jaminan keamanan bagi pelaku usaha Indonesia dalam berinvestasi diluar negeri maupun bertransaksi bisnis dengan mitranya diluar negeri. Komunitas Hukum Perdata Internasional dibentuk untuk mengidentifikasi instrumen hukum internasional/konvensi yang paling dibutuhkan oleh para pelaku usaha Indonesia untuk sejajar dengan para mitranya di dunia internasional. Tugas dari komunitas ini adalah melakukan kajian untuk mengidentifikasi instrumen-instrumen hukum internasional yang perlu diaksesi oleh Indonesia.
Dimana hal ini sejalan dengan visi misi Pemerintah Jokowi-JK yang salah satunya adalah meningkatkan daya saing usaha Indonesia sesuai dengan Nawacita ke 6 dan 7, yaitu meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di dunia internasional, serta mewujudkan kemandirian ekonomi.
Salah satu langkah penting kedepan adalah belum memaksimalkan koordinasi antara kementerian dan lembaga dari pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan regulator perlu terus membangun dan meintensifkan dengan para stakeholders swasta dalam proses pembuatan kebijakan dan Peraturan Perundang-undangan. Dengan demikian Komunitas Hukum Perdata Internasional yang terdiri dari stakeholders dari kementerian dan lembaga serta pihak swasta dari dunia usaha, akademisi dan praktisi hukum bertugas untuk mengkaji secara mendalam instrumen-instrumen hukum internasional yang diharapkan dapat mencapai tujuan tersebut di atas.
Kajian yang dilakukan oleh Komunitas HPI adalah konvensi yang berada di bawah Hague Conference on Private International Law (HCCH) dan model law yang berada di bawah The United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL). HCCH merupakan organisasi internasional yang menjadi melting pot dari sistem hukum yang berbeda yang mengembangkan dan menyusun instrumen hukum multilateral untuk mengakomodir kebutuhan global. Sedangkan UNCITRAL merupakan organisasi PBB dibidang Hukum Perdagangan Internasional yang mengkhususkan diri dalam reformasi hukum komersial yang berperan dalam modernisasi dan harmonisasi aturan bisnis internasional.
Adapun konvensi HCCH yang dikaji oleh Komunitas HPI adalah The Hague Convention of 5 October1961 Abolishing the Requirement of Legalization of Foreign Public Document (Apostille Convention) konvensi ini bertujuan untuk menyederhanakan proses legalisasi dokumen publik dari Indonesia ke luar negeri atau sebaliknya menjadi lebih cepat, The Hague Convention on the Taking Evidence Abroad in Civil or Commercial Matters konvensi ini bertujuan untuk perolehan alat bukti untuk kepentingan perkara perdata yang bersifat lintas yuridiksi/ lintas negara dan The Hague Convention on the Choice of Court Agreements, konvensi ini bertujuan mempromosikan investasi lintas negara dengan meningkatkan kerjasama yudisial dan perdagangan internasional melalui keseragaman aturan dalam memilih yuridiksi dan peradilan asing dalam penyelesaian sengketa komersial lintas negara yang dituangkan dalam perjanjian bisnis investasi antar negara.
Selain itu, Komunitas HPI juga mengkaji The Hague Convention on Child Abduction (The 1980 Convention). Konvensi ini memang tidak termasuk konvensi di bawah naungan HCCH di bidang komersial yang diharapkan dapat mendukung daya saing Indonesia. Namun mengingat pentingnya Konvensi tersebut untuk memfasilitasi perlindungan bagi anak-anak hasil perkawinan campuran yang dalam perkembangannya ada beberapa permasalahan dalam keluarga kawin campur yang berbeda warganegara antara lain permasalahan isu Child Abduction yaitu penculikan anak oleh orang tua kandung.
Kementerian Hukum dan HAM juga sedang mempersiapkan aksesi terhadap Konvensi dimaksud. Langkah aksesi Konvensi juga merupakan strategi lobby Pemerintah RI terhadap Sekretariat HCCH untuk menunjukkan komitmen Indonesia menjadi anggota HCCH dan melakukan kasesi terhadap Konvensi-konvensi lainnya di bawah HCCH khususnya yang dapat meningkatkan daya saing Indonesia sebagaimana tujuan Komunitas HPI.
Untuk itu pada tanggal 16 November 2016 telah dilakukan FGD dengan tema “The Convention on the Civil Aspects of International Child Abduction (The 1980 Convention): Langkah Maju Menuju Perlindungan Hak Anak.
Disamping mengkaji konvensi-konvensi dari HCCH, komunitas HPI juga mengkaji model law yang berada di bawah naungan UNCITRAL antara lain: Model Law on Cross Border Insolvency dimana tujuan dari model law ini adalah untuk memfasilitasi dan menciptakan kerjasama antara competent authority terkait cross border insolvency, menciptakan kepastian hukum terkait investasi dan perdagangan, menciptakan keadilan dan efisiensi administrasi terkait cross border insolvency dimana hal tersebut akan melindungi kepentingan kreditor maupun debitor serta memberikan perlindungan terhadap aset debitor. Model law lain di bawah UNCITRAL yang juga dikaji oleh Komunitas HPI adalah Model Law on Secured Transactions dimana model law ini bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian eksekusi bagi lembaga pembiayaan asing yang memberikan pinjaman kepada pelaku usaha di Indonesia yang pada akhirnya akan mendorong negara-negara melakukan modernisasi undang-undang Jaminan dalam transaksi ekonomi dinegaranya guna kepastian dalam transaksi bisnis internasional.
Setelah menjalankan beberapa program kerja Komunitas Hukum Perdata Internasional melalui beberapa kegiatan seperti stakeholders brainstorming, breakfast meeting, Focus Group Discussion (FGD), terungkap bahwa dalam mencapai tujuan Nawacita ke 6 dan 7 tersebut di atas, Pemerintah RI perlu segera memutuskan untuk menjadi anggota pada berbagai konvensi internasional terkait perdagangan dan investasi internasional. Hal tersebut juga didasari oleh testimony dan saran serta masukan dari para pelaku usaha dan instansi, kementerian/lembaga terkait yang juga ditunjukkan dengan antusiasme komunitas hukum perdata internasional yang diwakili oleh para pelaku usaha Indonesi.
Satu hal yang harus tetap menjadi focus Komunitas Hukum Perdata Internasional dalam melaksanakan tugas dan kegiatannya adalah dengan tetap mengedepankan kepentingan nasional dengan meninggalkan sikap dan pendekatan ego sektoral, mengingat apa yang akan dicapai oleh komunitas ini akan memberikan keuntungan dan kondisi yang lebih ideal bagi seluruh elemen dari stakeholders pada komunitas ini yang mewakili seluruh elemen bangsa.