Pada tanggal 23 Februari 2011, diselenggarakan pertemuan antara Kementerian Luar Negeri Indonesia dengan Australia. Latar belakang gagasan pembentukan forum adalah karena adanya sebagian besar kerjasama antara kedua Negara yang penandatanganannya tanpa sepengetahuan Kementerian Luar Negeri. Hasil pembentukan yang penting dari pertemuan tersebut adalah disepakatinya pembentukan Forum Konsultative Group dengan tugas antara lain:
- Melakukan koordinasi antara kedua Negara dalam hal akan dilakukan kerjasama di segala bidang;
- Kementerian Luar Negeri masing-masing melakukan koordinasi internal dengan pihak-pihak yang akan melakukan kerjasama dengan Australia;
- Melakukan evaluasi terhadap kerjasama yang saat ini telah ada yakni kurang lebih 300-an kerjasama antara kedua Negara.
Fokus utama dialog ini untuk membicarakan tentang program kerja indikatif dalam lingkup Program Memperkuat Kerangka Untuk Penanggulangan Terorisme (Strengthening Legal Framework Programme), sebuah program yang didanai oleh Dana Kerjasama Penanggulangan Terorisme Pemerintah Australia.
Program SLF sebuah contoh kerjasama yang efektif dibawah Traktat Lombok (Lombok Treaty) dan rencana kerjanya yang mengakui pentingnya kerjasama yang erat dan berkelanjutan dalam memberantas dan menghapuskan terorisme internasional melalui komunikasi, kerjasama dan tindakan pada setiap tingkatan. Program SLF juga merefleksikan kerjasama yang ada saat ini dibawah Nota Kesepahaman tahun 2002 antara Pemerintah Australia dan Pemerintah Indonesia dalam memberantas terorisme internasional.
Para delegasi menyetujui bahwa Program SLF di tahun 2011 ini harus menitikberatkan pada 2 (dua) bidang :
- Kerangka hukum untuk tindakan pencegahan terhadap terorisme (tindakan-tindakan persiapan); dan
- Pembekuan dan penyitaan aset terkait dengan kegiatan terorisme.
Dialog dibuka oleh Ibu Maggie Jackson, Asisten Satu Sekretaris, Divisi Kerjasama Kejahatan Internasional, Departemen Kejaksaan Agung Australia. Ibu Maggie mengatakan bahwa terdapat kesuksesan yang luar biasa dalam penyelidikan dan penuntutan terhadap kejahatan terorisme di Indonesia dan Australia. Guna menjawab tantangan terorisme secara efektif, kerangka hukum yang benar-benar kuat perlu diarahkan pada pencegahan terorisme.
Ketua Delegasi dari Indonesia, Ibu Linggawaty Hakim, PLT. Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia memberitahukan bahwa Indonesia sudah mempersiapkan diri untuk mengamandemen Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Ibu Linggawaty juga mengatakan bahwa Indonesia saat ini sedang menyusun Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Beliau menekankan pentingnya kerjasama internasional guna membantu Indonesia dalam membangun kerjasama dalam kerangka hukum yang lebih kuat lagi di dalam penanggulangan terorisme.
Diskusi pada Hari Pertama memusatkan pada perubahan gambaran teroris di Asia Tenggara dan tanggapan pemerintah serta pentingnya melindungi hak asasi warga Negara dalam penanganan tantangan yang diberikan terorisme. Diidentifikasi pula kebutuhan untuk menentukan akar permasalahan terorisme dan penyesuaian terhadap perubahan ancaman terorisme, termasuk fragmentasi dan pelokalan aktifitas teroris. Di hari pertama, perwakilan Kementerian Hukum dan HAM RI menyampaikan presentasi tentang "Counter Terrorism Legal Framework In Indonesia", fokus pada Draft Amandemen Undang-Udang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Kedua delegasi bertukar pandangan tentang kerangka hukum dalam penanggulangan terorisme di masing-masing Negara, juga mambahas amandemen atas Undang-Undang Penanggulanagan Terorisme di Australia yang baru dibuat dan amandemen yang saat ini sedang dipertimbangkan untuk dilakukan di Indonesia. Identifikasi prioritas kerjasama pada tahun 2011 yaitu pemidanaan tindakan terorisme serta hal terkait pembekuan dan penyitaan aset terorisme.
Dialog di hari kedua, sebagai saran berbagi pengalaman para polisi penyelidik dan JPU di Indonesia dan Australia dalam menyelidiki dan membawa para tersangka teroris ke pengadilan, masalah perubahan modus operandi teroris, bertambahnya perampokan bersenjata untuk mendanai kegiatan teroris dan berkembangnya fokus terhadap sasaran lokal, masalah para residivis diantara para narapidana teroris. Kedua belah pihak berkeyakinan bahwa hubungan yang lebih kuat akan berlanjut antara Kepolisian Republik Indonesia dan Polisi Federal Australia. Puncaknya, kedua negara menyetujui rencana kerja indikatif untuk Program SLF termasuk pengembangan dokumen usulan program untuk memperkuat kerangka hukum, lokakarya pada bidang-bidang yang telah disetujui, dan program kerja kemitraan pengembangan JPU dan legislatif. Rencana kerja didesain fleksibel supaya dapat menjawab prioritas-prioritas yang muncul nantinya dan dapat dikaji ulang kembali melalui program SLF agar tetap sesuai dengan kebutuhan dan prioritas kedua negara. Acara dialog ditutup oleh Bapak Roger Wilkins AO, Sekretaris Departemen Kejaksaan Agung, yang memuji Indonesia atas usaha-usaha dalam melawan terorisme.