
Bogor – Dalam rangka memperkuat koordinasi menyelesaikan permasalahan dibidang pemasyarakatan. Direktorat Pidana DITJEN AHU menggelar Semiloka Grasi Sebagai Mekanisme Pananggulangan Over Kapasitas Pada Lembaga Pemasyarakatan Dan Rumah Tahanan Negara Seluruh Indonesia. Bertempat di Ballroom The 1O1 Hotel & Resort Bogor, pada tanggal 9-11 Nopember 2015. Acara ini dibuka oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly, lewat pemukulan gong dengan didampingi oleh pejabat Eselon 1 Kementerian Hukum dan HAM.
Kementerian Hukum dan HAM telah masuk di dalam salah satu bagian criminal justice system melalui tugas, fungsi dan kewenangan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dengan seluruh UPTUPTnya. Tugas fungsi dan kewenangan yang diemban adalah menerapkan Sistem Pemasyarakatan dengan baik, tepat, efektif dan efisien. Dalam tataran praktek, penerapan Sistem Pemasyarakatan tidak hanya mancakup aspek pembinaan terhadap terpidana, namun juga mencakup aspek pelayanan terhadap tahanan, pembimbingan klien pemasyarakatan, perawatan barang-barang milik warga binaan atau barang-barang yang menjadi barang bukti.
Mencermati posisinya sebagai bagian dari ciminal justice system, peran penting pemasyarakatan yakni reintegrasi sosial terpidana, hal itu sebagai upaya mengubah kondisi terpidana melalui proses pembinaan dan memperlakukan dengan manusiawi dengan perlindungan hak-hak terpidana. Dengan konteks yang demikian, serta dengan segala kekurangan yang ada, penyelenggaraan tugas pemasyarakatan bukanlah suatu pekerjaan yang ringan. Penyelenggaraan tugas pemasyarakatan di lapangan benar-benar memerlukan kesempurnaan sikap aparaturnya, sikap peka dan tanggap atas semua kemungkinan yang akan terjadi, memiliki motivasi kerja yang tinggi, rasa tanggung jawab yang tinggi dan mantap serta jiwa pengabdian yang mendalam.
“Saya menaruh hormat dan penghargaan yang tinggi kepada aparatur pemasyarakatan dengan sikap yang demikian itu. Sikap aparatur pemasyarakatan saat ini mendapat ujian dengan adanya tantangan, salah satunya adalah masalah over crowded atau over capacity Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) di seluruh Indonesia”Ujar Menkumham。
Peningkatan angka tahanan dan narapidana terjadi setiap tahun, meskipun jumlah UPT dan kapasitasnya ditambah, namun tidak dapat membendung lonjakan penghuni Lapas dan Rutan. Data bulan September 2015, isi hunian menembus angka 146 %, ini karena jumlah penghuni Lapas dan Rutan mencapai 173.172 orang, berbanding kapasitas 477 UPT yang hanya mampu menampung 118.950 orang penghuni.
Dari sisi keuangan negara, masalah over capacity ini turut menyumbang pada semakin besar biaya yang harus dikeluarkan negara untuk membiayai penghuni Lapas dan Rutan, rentan terjadi gangguan keamanan, ketertiban dan ketentaraman serta aspek kesehatan penghuni di dalam Lapas dan Rutan. Peningkatan jumlah penghuni Lapas dan Rutan bukan tanpa alasan, paling tidak ada 3 hal sebagai faktor pemicunya :
Pertama; tingginya angka pemidanaan, peradilan kita cendrung rigid, kaku, sehingga kasus kecil apapun biasanya akan dilanjutkan prosesnya sampai ke penahanan di rutan maupun lapas.
Kedua; kurangnya jumlah UPT Lapas dan Rutan khusus anak, saat ini baru ada 13 UPT yang tersebar di 18 provinsi di Indonesia dan hal ini mengakibatkan banyak penghuni anak yang harus ditempatkan di Lapas dan Rutan bersama/membaur dengan penghuni dewasa, konsisi itu sangat berbahaya dan beresiko.
Ketiga; tidak berjalannya program rehabilitasi bagi pemakai/pengguna narkotika. Tidak dapat dipungkiri bahwa penghuni terbesar di dalam Lapas dan Rutan adalah kasus narkotika, dan lebih spesifik lagi mereka sebagai pemakai atau pecandu narkotika. Tidak berjalannya program rehabilitasi maupun penempatan pemakai atau pecandu narkotika di Lembaga Perawatan Medis dan Sosial telah turut menyumbang semakin besarnya angka penghuni yang berakibat pada over capaity Lapas dan Rutan.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menghimbau kepada segenap pimpinan dan jajaran pemasyarakatan untuk membenahi kedaan-keadaan yang memprihatinkan, mengurangi kejadiankejadian yang tercela melalui metode pemecahan permasalahan yang manusiawi, serta pembinaan manusia pengemban tugas organisasi itu sendiri dengan tetap meningkatkan pengawasan dan penindakan yang tegas. Pembinaan keterampilan di bidang teknis pemasyarakatan maupun pembinaan sikap aparatur pemasyarakatan akan menjadi bekal dalam melaksanakan tugas dan fungsi pemasyarakatan secara profesional.(FOA)