Kuta Bali, 19 - 21 Oktober 2015 – Masalah over kapasitas menjadi problematika yang tidak ringan yang harus dipikul Kementerian Hukum dan HAM yang mendapat kepercayaan melaksanakan pembinaan terhadap tahanan dan narapidana dalam konteks bekerjanya sistem peradilan pidana (criminal justice system). Bertempat di Bali Dynasty Resort diselenggarakan acara “Semiloka Grasi Mekanisme Sebagai Penanggulangan Over Kapasitas Pada Lapas dan Rutan di Seluruh Indonesia” yang diprakarsai oleh Direktorat Pidana Ditjen AHU Kemenkumham bertempat di Bali Dynasty Resort dengan peserta semiloka yang terdiri dari Kalapas, Karutan, Karubasan meliputi Kanwil Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Acara yang dibuka oleh Menkumham Yassona H. Laoly, kemudian dilanjutkan dengan paparan materi oleh para narasumber antara lain Sekretaris Jenderal Kemenkumham Bambang Rantamsariwanto dengan tema “Pembinaan Dukungan Manajemen Administrasi Lembaga Pemsayarakatan” yang menjelaskan tugas pokok dan fungsi berdasarkan Permenkumham No. 29 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemenkumham, Perencanaan & penganggaran, pembinaan kepegawaian dan pengelolaan BMN, serta Bidang Pemasyarakatan yaitu: Pemberian Grasi kepada korban narkoba untuk selanjutnya dilakukan rehabilitasi, pembentukan LP Wanita di 33 provinsi, pemasangan CCTV sebagai alat pengamanan dan pengawasan WBP direncanakan Oktober 2015 di 30 UPT besar, pelaksanaan kerjasama pengamanana TNI di Lapas/Rutan Nusakambangan, Pembatasan akses komunikasi WBP di UPT DKI Jakarta, Gunung Sindur dan Nusakambangan, pelaksanaan rehabilitasi narkoba di 62 Lembaga Pemasyarakatan, Pengunaan gelang untuk pengamanan WBP asimilasi, dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional di bulan Juli 2015 akan dibentuk LPAS dan LPKA di 33 provinsi, penguatan PK Bapas dalam rangka implementasi UU SPPS dan penguatan criminal justice system untuk kalapas seluruh Indonesia.
Inspektur Jenderal Kemenkumham Aidir Amin Daud, memaparkan materi dengan tema “Kebijakan Pengawasan Lembaga Pemsayarakatan” menjelaskan tentang tupoksi auditor internal dan peran itjen dalam organisasi serta optimalisasi tugas dan fungsi pemasyarakatan.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan Drs. I Wayan Kusmiantha Dusak Bc.IP, SH., memaparkan materi tentang “Kebijakan Pembinaan Teknis dan Pelaksanaan Pemasyarakatan di Indonesia” yang menjelaskan tentang visi misi Ditjen PAS, program dan penyelenggaraan pemasyarakatan, isu strategis pemasyarakatan, kondisi over crowding & langkah pemecahannya, srana & prasarana dan peningkatan kualitas layanan publik berbasis IT serta kebijakan strategis Ditjen PAS dalam penanganan isu strategis.
Kepala Badan Narkotika Nasional yang diwakili oleh Brigjen Pol. Ida Utari Direktur Penguatan Lembaga Rehabilitasi Instansi Pemerintah BNN, dengan materi “Membangun Sinergi Antara BNN Dengan Ditjen PAS Dalam Penanggulangan Narkotika Di Dalam Lapas” yang menjelaskan tentang protret permasalahan narkoba, perkembangan kejahatan narkoba, kondisi napi dan tahanan kasus narkoba, fakta-fakta tentang napi narkoba, rehabilitasi dengan bentuk hukum pidana, aturan terkait hak pelayanan kesehatan napi, pentingnya terapi dan rehabilitasi bagi penyalahgunaan narkoba, program & pelaksanaan rehabilitasi di Lapas serta sinergi penanganan napi pengguna narkoba.
Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Mualimin Abdi, dengan bahan paparan “Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif HAM” sebagai berikut bahwa penguhukaman pidana pada dasarnya adalah suatu bentuk penebusan kesalahan yang pernah dilakukan oleh seseorang seperti tindakan membayar hutang kepada pemberi hutang. Oleh karena itu ketika sesorang narapidana telah selesai menjalani hukuman, ia harus diperlakukan sebagai orang yang merdeka seperti pembayar hutang yang telah melunasi hutangnya. Apabila mantan narapidana tidak diperlakukan secara adil sebagai warga masyarakat biasa yang telah menebus kesalahannya, maka akibat yang paling buruk adalah ketika mereka mengulangi kembali tindakan pelanggaran hukumnya. Sehinga korelasi antara Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM terutama penerapan norma standar dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan mengenai hak-hak dasar yang paling terkait dengan narapidana, harus diimplementasikan antara lain hak hidup, hak mengembangkan diri, hak atas rasa aman, hak memperoleh keadilan dan hak memperoleh kesejahteraan.
Dan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan HAM Y Ambeg Paramarta memaparkan “Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif HAM” sebagai berikut bahwa tujuan pidana penjara pemasyarakatan bukan hanya menimbulkan derita bagi narapidana, pidana bukanlah tindakan balas dendam dari negara tetapi cara untuk memberikan bimbingan. Sedangkan tujuan pemasyarakatan adalah reintegrasi sosial yaitu pemulihan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan. Karena dalam reintegrasi sosial terkandung makna Hak Narapidana dan Kewajiban Negara untuk menghormati, melindungi dan memenuhi HAM. Untuk itu optimalisasikan HAK warga binaan melalui Program Reintegrasi. (noe)