JAKARTA - Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Cahyo Rahadian Muzhar mengatakan penegakan hukum di Indonesia harus solid, dalam lintas yurisdiksi koordinasi antara Kementerian dan lembaga menjadi sangat penting.
Cahyo menjelaskan dalam kerja sama mengenai proses penegakan hukum antar negara memiliki peran masing masing mulai dari penyidikan, penuntutan, dan proses eksekusi yang dilakukan eksekutor dari keputusan yang sudah memiliki hukum tetap atau incraht.
Hal itu disampaikannya saat memberikan materi kuliah umum didepan mahasiswa Sekolah Tinggi Imu Kepolisian (STIK) Kebayoran Baru Jakarta Selatan yang didampingi oleh Direktur Otoritas Pusat Hukum Internasional (OPHI) Tudiono, yang menurutnya kegiatan tersebut sangat penting dalam sinergitas (24/01/2020).
“Sinergi dalam bekerja dimulai dari tingkat pendidikan” kata Cahyo.
“Salah satunya yang membutuhkan sinergi adalah penegakan hukum antar negara yang merupakan kerjasama hukum lintas batas, lintas yurisdiksi,“ tambahnya.
Cahyo mengungkapkan dalam mekanisme kerjasama penegakan hukum antar negara, yurisdiksi kewenangan penegak hukum Indonesia terbatas.
Menurutnya agar tidak ada kendala dalam upaya menjalankan kewenangan terkait kasus antar negara perlu dilakukan melalui suatu mekanisme untuk bisa menjawab challenge dari negara yang bersangkutan di tingkat pengadilan, yaitu melalui Ekstradisi dan Mutual Legal Assistance (MLA).
“Ekstradisi juga dapat dilakukan untuk kasus hukum antar negara yg masih dalam tahap penyidikan, sebagai contoh bahwa Kepolisian dapat mengeluarkan red notice terkait Daftar Pencarian Orang (DPO) di negara lain” jelasnya.
Didepan mahasiswa yang hadir, Dia juga menjelaskan MLA adalah bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana.
“Keterkaitan dengan aset kasus tindak pidana korupsi, maka kita dapat meminta keterangan data aset yang dimiliki oleh tersangka kepada negara diminta agar tidak dipindahkan dan dapat diblokir selama penanganan kasus dimaksud, sehingga ketika ada putusan incraht maka aset dimaksud dapat disita dan dikembalikan kepada negara” terangnya.
Lebih jauh, Cahyo menjelaskan kerja sama yang dilakukan Ditjen AHU dengan STIK merupakan proses dari koordinasi dalam hal penegakan hukum.
“Ditjen AHU membangun awal sebuah koordinasi dalam penegakan hukum dimulai melalui kerja sama dengan STIK, agar kerbersamaan bisa terjalin, apalagi semua mahasiswa berasal dari Strata I Kepolisian, Politeknik Imigrasi, Politeknik Ilmu Pemasyarakatan dan Institut Pemerintahan Dalam Negeri” kata Cahyo.
Sementara itu, Direktur Program Sarjana STIK Mulyatno menyambut baik apa yang sudah dilakukan Ditjen AHU dalam kerjasama ini terutama dalam hal menambah pengetahuan keilmuan Ektradisi dan MLA.
“Mahasiswa disini diproyeksikan sebagai ilmuwan Kepolisian yang akan menjadi pemimpin masa depan, maka pemahaman materi sangatlah penting dalam rangka menambah pengetahuan dan wawasan” tutupnya.