Jakarta - Dalam upaya memperkuat sistem administrasi digital dan menyiapkan layanan yang lebih responsif bagi masyarakat, Direktorat Pidana Ditjen AHU menggelar kegiatan strategis bertajuk “Konsinyering Migrasi dan Pemutakhiran Data Daktiloskopi.” Kegiatan ini bertujuan mendigitalisasi arsip daktiloskopi yang selama ini dikelola secara konvensional, mengubah jutaan data sidik jari menjadi arsip digital yang aman, mudah diakses, dan relevan dengan tuntutan zaman.
“Data adalah kekayaan baru bangsa, dengan digitalisasi ini, data tidak hanya berfungsi sebagai bukti administrasi, tetapi juga memiliki nilai historis dan dokumentasi yang sangat berguna di masa depan,” ujar Kurnia Banani Adam, Ketua Tim Kerja Daktiloskopi (06/11/24).
Adam menyatakan, kegiatan ini bertujuan untuk mengalihkan data manual menjadi data digital yang lebih mudah diakses dan aman, melihat sebelumnya sekitar 20 juta arsip sidik jari masih dalam format konvensional. Dirinya juga berharap sistem baru ini mampu mendukung penegakan hukum dengan mengintegrasikan data sidik jari nasional menggunakan teknologi modern Automatic Fingerprint Identification System (AFIS).
Lebih lanjut, menurutnya program digitalisasi AFIS memudahkan proses identifikasi dan akses data secara otomatis. Sistem AFIS yang akan diterapkan di Indonesia ini telah teruji secara internasional, dengan studi banding yang dilakukan di Pusat Biometrik Kepolisian Belanda pada Juni 2024 lalu.
Melalui kegiatan ini, Ditjen AHU menunjukkan komitmennya untuk mengadaptasi era digital sekaligus memastikan bahwa arsip dan data hukum dapat diakses secara aman, cepat, dan akurat kapan pun diperlukan.
“Sistem data sidik jari nasional ini menjamin ketersediaan data autentik, utuh, dan terpercaya, serta mampu menghubungkan informasi sebagai satu kesatuan di seluruh organisasi kearsipan,” tutup Adam.