
Jakarta – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly didampingi Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Cahyo R Muzhar menghadiri Rapat Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Pendanaan Terorisme di kantor Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Rapat ini dihadiri oleh 13 kementerian dan yang anggota komite TPPU ditambah beberapa Kementerian dan Lembaga lain yang memiliki kaitan tugas dengan TPPU.
Dalam rapat itu Menkumham Yasonna mengatakan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) telah melaksanakan kerja sama formal dengan memperhatikan negara berisiko tinggi (Singapura, Amerika Serikat, India, Tiongkok, Thailand, Malaysia, Hong Kong, Jepang, Arab Saudi, Persatuan Emirat Arab, dan Filipina).
“Pemerintah Indonesia telah mempunyai 14 (empat belas) landasan hukum internasional dalam bentuk convention dan treaty, dan telah melakukan perjanjian bilateral di bidang penegakan hukum melalui mekanisme MLA dengan negara-negara berisiko tinggi yakni India, Tiongkok, Hong Kong, dan Persatuan Emirat Arab (PEA),” kata Yasonna di kantor PPATK, Jakarta (15/05/22).
Selain itu, dirinya menjelaskan telah dilakukan juga kerja sama pertukaran informasi secara tepat waktu dalam rangka pengawasan dengan memperhatikan negara berisiko tinggi dalam rangka pencegahan TPPU yang berasal dari tindak pidana asal berisiko tinggi.
“Terdapat 41 (empat puluh satu) permintaan MLA kepada Pemerintah Indonesia (incoming MLA request) sepanjang periode 2017-2022 untuk memperoleh informasi perbankan, dan 54 (lima puluh empat) incoming MLA request untuk memperoleh informasi lainnya, termasuk namun tidak terbatas pada informasi mengenai profil perusahaan dan informasi alamat protokol internet (IP address),” terangnya.
Yasonna menambahkan, terdapat sedikitnya 123 (seratus dua puluh tiga) permintaan MLA yang diajukan Pemerintah Indonesia kepada negara mitra sepanjang tahun 2017-2022, di mana Polri menjadi instansi penegak hukum dengan permintaan MLA terbanyak, yakni 49 (empat puluh sembilan) permintaan.
Disamping itu juga telah ditingkatkannya jumlah SDM dan anggaran dalam rangka penanganan perkara TPPU dan TPPT serta penanganan MLA. Melalui penyelenggaraan diklat bagi penyidik, penuntut umum, dan FIU dalam penanganan perkara TPA dan TPPU, antara lain terkait dengan penanganan MLA, asset recovery, dan asset tracing.
“Meningkatkan jumlah permintaan outgoing MLA dalam rangka asset recovery penanganan perkara TPPU dan TPPT dengan memperhatikan penilaian risiko. Sedangkan meningkatkan efektivitas pemenuhan incoming dan outgoing MLA request dengan memprioritaskan penyelesaiannya berdasarkan penilaian risiko,” ujarnya.
Yasonna juga menyampaikan, sebagai wujud implementasi atas komitmen untuk melaksanakan penanganan MLA, baik incoming maupun outgoing yang timely dan constructive berdasarkan pada penilaian risiko, telah dipenuhi 18 (delapan belas) dari 35 (tiga puluh empat) permintaan dari negara berisiko tinggi (59).
Adapun rencana aksi terkait tusi Ditjen AHU dalam kelompok substansi badan hukum, Yasonna menerangkan, Ditjen AHU telah melaksanakan upaya dalam meningkatkan jumlah korporasi yang menyampaikan informasi Beneficial Ownership atas korporasi dalam AHU Online. Dan melaksanakan pengawasan kepatuhan berbasis resiko atas keluarnya Perpres 13 tahun 2018 termasuk pemberian sanksi administratif atas pelanggaran yang dimaksud.
“Jadi badan hukum yang tidak menyampaikan infomasi mengenai Beneficial Ownership akan diblokir, jumlah korporasi yang telah mengisi data pemilik manfaat sampai tanggal 13 Mei 2023 adalah sebesar 864.329 (33,11%) dari 2.610.499 total Korporasi yang tercatat,” pungkasnya.