JAKARTA — Dalam rangka meningkatkan kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) telah membuka informasi BO yang dapat diakses publik. Keterbukaan informasi BO menjadi hal yang sangat penting, menurut Laporan Ernst & Young (EY) 14th Global Fraud Survey 2016 mengungkapkan, 91% pemimpin bisnis di dunia menganggap penting untuk mengetahui informasi penerima manfaat akhir (BO) atas entitas yang melakukan hubungan bisnis dengan mereka.
Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum telah menjadi pusat data BO sejak diundangkannya Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Selama ini data tersebut telah digunakan oteh Kementerian/Lembaga terkait khususnya dalam rangka penegakan hukum. Saat ini data tersebut juga dibuka untuk masyarakat sehingga dapat dimanfaatkan, utamanya untuk kepentingan investasi. Sistem informasi BO untuk publik yang dibangun oleh Ditjen AHU hanya terbatas pada informasi nama dari BO, korespondensi BO sesuai alamat korporasi dan hubungan BO dengan korporasi yang dapat di akses melalui pencarian/unduh data pada menu pemilik manfaat. Setiap pelapor (Korporasi, Notaris, atau pihak Iain yang diberi kuasa), bertanggung jawab terhadap kebenaran informasi pemilik manfaat yang dilaporkan kepada Ditjen AHU
Terkait sistem keterbukaan informasi BO untuk publik, Santun M.Siregar selaku Direktur Perdata menyampaikan, data yang akan ditampilkan bersifat terbatas, hal ini dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan terhadap data pribadi.
Keterbukaan informasi BO untuk publik juga diharapkan dapat menjadi nilai tambah bagi Indonesia dalam menghadapi on site visit Mutual Evaluation Review oleh Financial Action Task Force (FATF) Yang akan dilakukan pada tanggal 17 Juli-4 Agustus 2022. Sebagaimana diketahui bahwa saat ini Indonesia sudah berstatus sebagai Observer dan tinggal selangkah lagi untuk menjadi anggota FATF. Untuk dapat menjadi anggota, Indonesia harus mendapatkan penilaian Largely Compliant (LC) pada setidaknya 33 (tiga puluh tiga) rekomendasi dari 40 (empat puluh) rekomendasi yang ada. Salah satunya rekomendasi yang belum mendapatkan penilaian LC adalah Rekomendasi 24, terkait Transparency and Beneficial Ownership (BO) of Legal Persons.
Selain itu, keterbukaan informasi BO untuk publik ini juga merupakan pelaksanaan dari Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, dengan terbukanya informasi BO diharapkan dapat meminimalisir digunakannya korporasi sebagai sarana Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT) sehingga Indonesia menjadi tempat yang aman dan ramah untuk melakukan investasi.
”Kedepannya diharapkan masyarakat dapat menyampaikan laporan terkait BO apabila dianggap informasi BO yang ada pada Ditjen AHU tidak sesuai dengan keadaan real di lapangan,” saran Muhamad Isro selaku pelaksana harian Tim Stranas PK.
Hal tersebut disambut baik oleh Ditjen AHU yang diwakili oleh Direktur Perdata. Terhadap keterbukaan informasi BO untuk publik akan terus dilakukan pengembangan dan nantinya diharapkan masyarakat juga dapat melakukan pengawasan terhadap BO seperti yang telah dilakukan di beberapa negara seperti di Inggris, keterbukaan data BO kepada publik di negara tersebut menjadi proses pengawasan dan validasi data BO.
Sejak diimplementasikan pada tahun 2018 hingga saat ini, tingkat kepatuhan pelaporan BO masih perlu di dorong sehingga korporasi mempunyai kesadaran untuk melakukan pelaporan BO.
Strategi peningkatan pelaporan BO yang dilakukan oleh DltJen AHU sejak 2020 adalah dengan menjadikan pelaporan BO tersebut sebagai mandatori bagi korporasi sebelum melakukan transaksi perubahan melalui Sistem Administrasi Badan Hukum dan Sistem Administrasi Badan Usaha pada Dit Jen AHU. Selain itu, peran dari Kementerian/Lembaga lainnya juga sangat diperlukan untuk meningkatkan pelaporan BO, khususnya untuk instansi pemberi izin. Dukungan dan penguatan dari Kementerian/Lembaga sangat diharapkan agar data BO dari setiap entitas dapat tersedia untuk publik.