BANDUNG - Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) bekerjasama dengan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia(Kemenkumham) Jawa Barat mengelar Diskusi Teknis Layanan Kewarganegaraan. Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) (Kemenkumham) Imam Suyudi mengatakan, Diskusi ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat jawa barat terhadap implementasi UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, selain itu masyarakat diharapkan dapat mengetahui bahwa layanan permohonan perolehan kewarganegaraan Republik Indonesia dapat dilakukan melalui system aplikasi AHU Online.
"Dengan adanya kegiatan ini, kami berharap masyarakat jawa barat dapat teredukasi terkait pentingnya status kewarganegaraan" kata Imam Suyudi, di Bandung, Kamis (12/11/20).
Imam menambahkan, pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi pada saat ini menjadikan hubungan antar bangsa semakin berkembang tidak terbatas pada hubungan antar negara melainkan juga hubungan individu antar bangsa melalui perkawinan campuran.
"akibat perkawinan campuran, seseorang dapat memperoleh kewarganegaraan dan sebaliknya juga dapat kehilangan kewarganegaraan, demikian juga dengan anak-anak dari perkawinan campuran" tambahnya.
Kewarganegaraan kata Imam adalah hak yang sangat mendasar bagi setiap anak, yang diperoleh sejak anak tersebut lahir. Sebagaimana ditetapkan pada Pasal 28D ayat (4) Perubahan kedua Undang Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa.”Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.”
"kewarganegaraan, selain sebagai hak asasi manusia bagi setiap orang, hak status kewarganegaraan juga menjadi hak konstitusional" jelasnya.
Sementara itu Direktur Tata Negara Baroto menjelaskan, beberapa permasalahan yang dialami anak berkewarganegaraan ganda antara lain anak dari perkawinan campur yang lahir sebelum sebelum diundangkannya UU Nomor 12 tahun 2006 yang tidak didaftarkan oleh orang tua atau walinya sebagai anak berkewarganegaraan ganda. Sesuai ketentuan Pasal 41 UU Nomor 12 Tahun 2006, batas waktu pendaftaran tersebut berakhir 4 tahun setelah Undang-Undang tersebut diundangkan, yakni 1 Agustus 2010.Pasalnya, anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah sebelum diundangkannya UU Nomor 12 tahun 2006 dari ayah WNA dan ibu WNI ataupun sebaliknya, namun anak tersebut atau walinya terlambat untuk menyatakan memilih kewarganegaraan Indonesia sampai batas waktu yang ditentukan berakhir pada usia 21 tahun juga masih menjadi permasalahan yang dihadapi saat ini.
"Kita banyak menemui persoalan bagi anak hasil perkawinan campuran yang tidak didaftarkan, jika tidak mendaftar sesuai dengan ketetapan waktu yang telah diatur dalam undang -undang maka otomatis anak tersebut menjadi asing" jelas Baroto.
Untuk menyelesaiakan persoalan kewarganegaraan. Baroto menambahkan perlu ada upaya bersama dari pemangku kepentingan dalam mengelola data kewarganegaraan untuk dapat disinergikan antar kementerian dan lembaga secara akurat, lengkap dan mutakhir.
"integrasi data administrasi Kewarganegaraan menjadi urgensi dan tidak dapat ditawar lagi" tambahnya.
Menurutnya, banyak instrumen yang sama yang dapat disinergikan oleh kementerian dan lembaga untuk mendeteksi status kewarganegaraan. Hal ini telah dilakukan Ditjen AHU dengan melakukan diskusi dengan kementerian Dalam Negeri, Imigrasi dan Kementerian Luar Negeri.
"Kita telah melakukan diskusi - diskusi untuk menyajikan data bersama" tutupnya.