Bandung – Rakor Penguatan Kehumasan Ditjen AHU dengan Tema Penguatan Kelembagaan Humas dalam Mendukung Fungsi Government Public Relation (GPR) yang dilaksanakan di Bandung 29 Februari – 2 Maret 2016, dihadiri 33 Kanwil Kemenkumham yang ada di Indonesia. Rakor yang dilaksanakan di Hotel Aston Primera Pasteur Bandung di buka oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Rinto Hakim. Dalam pembukaannya Rinto mengungkapkan, humas selaku media informasi kepada masyarakat khususnya informasi tentang Kementerian Hukum dan HAM harus mengedepankan fungsi kehumasan yang selalu memberikan informasi melalui publikasi media.
Hal tersebut didukung oleh Natanegara dalam paparannya. “Peran humas sangatlah penting bagi masyarakat yang haus akan informasi yang berkaitan dengan Kemenkumham terutama pada saat ini. Dari mendengarkan opini publik yang berbeda, seorang humas harus dapat mengambil sikap untuk menyelaraskan perbedaan opini,” Ujar Nata.
Penguatan kelembagaan humas menurut Irjen Kemenkumham, Aidir Amin Daud dalam paparannya menjelaskan, humas harus mampu menjalin hubungan baik kepada media dan menghadapi media. Upaya ini bertujuan untuk memberikan informasi secara luas kepada masyarakat dan media sebagai pendorong kemajuan hidup yang dibutuhkan oleh semua orang.
"Humas harus memiliki hubungan yang baik dengan media, menyiapkan press release yang baik yang disusun dengan tata bahasa yang baik juga. Mampu mengolah kata-kata dengan baik. Prinsip yang perlu diperhatikan, dalam penulisan harus banyak tanda baca dan memiliki fakta membuat poin-poin dalam press release," lanjutnya.
Sementara itu, Aqua Dwipayana menyampaikan sebelum melaksanakan tugas sebagai Humas terlebih dahulu, humas perlu belajar bagaimana mengajak berkomunikasi dan menjalin hubungan yang baik dengan media atau wartawan. "Fungsi humas dalam pemerintahan khususnya di Kementerian Hukum dan HAM dibutuhkan dalam pengelolan komunikasi yang baik, memberikan penerangan informasi kepada masyarakat dan menyaring aspirasi dari masyarakat agar pemerintah dapat mengambil keputusan yang tepat," ucapnya.
Selain itu, Humas juga harus mengikuti landasan prinsip KIP (Keterbukaan Informasi Publik) yaitu setiap orang berhak mendapatkan informasi, menyampaikan informasi sesuai fakta yang tidak ditutup-tutupi tetapi tidak berlebihan.
Effendi Gazali menyampaikan, humas harus mampu menganalisis kasus yang terjadi dalam pemerintahan yang berkaitan dengan Kementerian Hukum dan HAM. Sebelum mengkomunikasikan ke publik, hendaknya terlebih dahulu menentukan strategi apa yang harus dilakukan dalam menghadapinya. "Humas itu selalu berkaitan dengan media untuk menyampaikan sebuah informasi yang akan dipublikasikan. Secara umum, komunikasi amat sangat diperlukan, namun tidak dalam pertukaran informasi bebas yang tanpa strategi khusus," terang Effendi.
Puncak dari komunikasi publik adalah mengurangi ketidakpastian, memberikan poin yang benar tanpa adanya yang ditutup-tutupi agar menjadi lebih baik. Melibatkan publikasi ini untuk memberikan informasi-informasi yang ada di pemerintahan khususnya Kementerian Hukum dan HAM. "Humas perlu mewujudkan dengan memberikan kredibilitas, pandai – pandai mengolah kata yang menarik sesuai aturan. Jika adanya pemberitaan yang tidak baik ketika diminta untuk wawancara hendaknya memberikan penilaian dan harus ditanggapi segera," tuturnya.
Dalam rapat koordinasi tersebut telah merekomendasikan beberapa hal untuk dibahas lebih lanjut. Hal tersebut sesuai dengan aktivitas humas sehari-hari yaitu menyelenggarakan komunikasi timbal balik (two way communication) terhadap seluruh publiknya (internal/eksternal) guna menjalankan perannya sebagai ujung tombak dalam menyampaikan program dan kinerja pemerintah (LK)