TANGERANG – Direktorat Jenderal Adminstrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) terus membahas mekanisme berdirinya sebuah Yayasan yang didirikan oleh Warga Negara Asing (WNA), Maka Focuss Discussion Group (FGD) sangat membantu dalam mengambil langkah untuk menangani Yayasan asing.
“ yayasan asing ini sekarang menjadi suatu isu yang betul-betul harus pastikan penangannanya terkoordinasi dengan baik dan komprehensif. Karena belakangan ini banyak gangguan dari ormas asing yang berkedok ormas-ormas. Termasuk yang menjadi concern adalah ormas yang berbadan hukum yayasan”, Jelas Direktur Jenderal AHU Cahyo Rahadian Muzhar Saat Membuka Acara Kegiatan FGD di Hotel Santika Premiere Bintaro Tangerang, Selasa (3/9/19).
Tren ini menjadi tanggapan secara sensitive, dan masih ditangani oleh penegak hukum. " Kita Indonesia, jangan sampai kehilangan kewibawaan, kita berhak membuat kebijakan. Untuk ormas yang berada di bawah kita semua, kita harus buat aturan yang jelas, " Ungkapnya.
Sementara itu Direktur Perdata “Daulat Pandapotan Silitongan” Menjelaskan Merujuk Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2016, bahwa ada pembeda antara yayasan atau organisasi masyarakat (ormas) type A yang menjadi kewenangannya. Maka dari itu, pemutusan terkait legal dan ilegalnya menjadi tugas dan ketok palunya.
“Untuk itu, Direktorat Jenderaal Administrasi Hukum Umum perlu memperjelas persyaratan dan regulasi", Tuturnya.
Disebut yayasan asing lanjut Daulat, jika pendirinya asing, dan pengurusnya juga warga asing, maka yayasan mempunyai aturannya sendiri yang diatur dalam Undang - Undang. Ada beberapa perbedaan antara yayasan asing dengan yayasan lokal. Ada juga jenis yayasan yang mana pendirinya warga Indonesia tapi pengendali kepengurusannya terdapat warga negara asing. Hal tersebut hingga kini belum ada dasar hukumnya. Meski salah satu pengurusnya adalah orang Indonesia.
“Sebab, kini permohonan berdirinya yayasan asing meningkat. Bisa dilihat dari Permohonan online yang masuk, Email pertanyaan yang masuk pada humas Ditjen AHU dan banyaknya pertanyaan terkait konsultasi yayasan asing di gedung ciks”,pungkasnya.
Menindak lanjuti persoalan itu, Kepala Seksi Badan Hukum “Hilda Mulyadin” menyampaikan bahwa dasar hukum yang ada menjadi patokan dalam perijinan dari Direktorat Jenderal AHU, Dalam konteks mengetahui sehingga seluruh anggota tim perijinan dapat mengetahui secara formal alur rancangan yang akan di sepakati bersama.
Seperti membuat draf akta, Presentasi di depan tim perijinan. Sehingga draf akta itu yang dapat menjadi pegangan dari tim perijinan, tim perijinan selama ini berpatokan pada draf akta sebagai panduan presentasi. Padahal draf akta dapat diingkari, karena belum resmi.
Kemudian, bisa diusulkan dengan draf perjinan masuk dulu ke Direktorat Jenderal AHU baru diperoses oleh tim perijinan. Hal ini terkait ketentuan sepuluh hari. Kemudian input rekomendasi dari TPOA dan kembali kepada Direktorat Jenderal AHU.
“Diketahui sebelum PP 59 tahun 2016 ada sekitar 135 yayasan yang terdaftar kini sudah bertambah menjadi 206 yayasan asing. Dari 206 ini tidak ada satupun yang mendapat rekomendasi”, Tutupnya.