Jakarta - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur kembali menggelar sidang lanjutan gugatan atas Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) tentang Pencabutan badan hukum perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Sidang yang dipimpin oleh hakim ketua Tri Cahya Indra Permana dan dua hakim anggota, Nelvy Christin dan Rony Erry Saputro ini digelar di ruang sidang utama PTUN, Jalan A Sentra Primer Baru Timur, Pulo Gebang, Cakung, Jakarta Timur, kamis, (1/3/18)
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) selaku Pihak Tergugat menghadirkan saksi Ahli Irjen Pol (purn) Drs. Ansyad Mbaai, Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam sidang yang digelar di Ruang Sidang Utama PTUN itu.
Dalam keterangannya Ansyad Mbaai menyatakan bahwa Terorisme berakar dari radikalisme dengan mengatasnamakan agama tetapi dengan tujuan berpolitik melalui tindakan dan kegiatan yang bertentangan dengan ajaran agama itu sendiri.
"Ada kesamaan di antara pelaku terror, yaitu mereka menganut paham takfiri. Paham Takfiri adalah paham yang mengkafir-kafirkan orang lain". tegas ahli
Paham Takfiri, sambung Ansyad, menjadi dasar dari aksi terror yang terjadi dewasa ini. Dia juga menyebutkan bahwa Radikalisme dan Terorisme merupakan ancaman yang sangat serius terhadap keberlangsungan peradaban umat kemanusiaan.
" Tujuan utama Terorisme dan radikalisme adalah berpolitik untuk merebut kekuasaan dan mendirikan negara dengan sistem khilafah serta menegakkan syariah yang sesuai dengan versi mereka." Tutup Ansyad
Sementara itu Kuasa Hukum tergugat I Wayan Sudirta menegaskan bahwa Hizbut Tahrir di luar negeri dan Hizbut Tahrir Indonesia adalah partai politik berideologi Islam, tujuannya merebut kekuasaan dan mendirikan khilafah sebagaimana yang mereka dengungkan selama ini.
"Mereka menyebarkan khilafah melalui kegiatan dakwah, tetapi realitanya mereka akan melakukan perebutan kekuasaan bahkan sampai dengan melakukan kudeta." ucap I Wayan
Pembubaran Hizbut Tahrir, lanjut I Wayan. terjadi di berbagai negara termasuk di negara-negara Islam.
‘’ Dengan menegakkan syariah, maka khilafah akan menghilkangkan konstitusi dan eksistensi negara Indonesia, ucap I Wayan
Kuasa Hukum Pemerintah Hafzan Taher menambahkan Setidaknya 25 orang pelaku terror di Indonesia yang sudah mendapatkan Putusan di Pengadilan, kesemuanya memiliki kesamaan ideologi dengan HTI,yakni menganut paham khilafah.
‘’ Penangkapan kepada para pelaku teror semuanya berdasarkan bukti-bukti yang ada. Penangkapan tidak pernah dilakukan jika tanpa ada bukti.’’ Ungkapnya
Jangankan HTI, semua yang terlibat teror yang ditangkap tidak pernah mengaku. Makanya polisi tidak pernah mengejar pengakuan, namun fakta-fakta. Organisasinya memang berjalan normatif, berdakwah, nonkekekerasan, tapi di bawah permukaan mereka itu membentuk paramiliter, dan hal ini bisa diketahui pimpinan formal organisasi mereka, bisa juga tidak," ujar Teguh Samudera.
Teguh juga menambahkan sebagai ciri organisasi radikal adalah keanggotaannya tidak jelas.
‘’ Sebagai ciri organisasi Radikal adalah Keanggotaannya tidak terdaftar secara jelas, tidak terdapat kartu tanda anggota atau hal lainnya yang dapat menandakan bahwa seseorang itu sebagai anggotanya’’. Pungkas Teguh
Sidang akan dilanjutkan kamis,8 Maret 2018 dengan agenda mendengarkan saksi-saksi dari para pihak dan penambahan bukti surat