Jakarta – Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) melalui Direktorat Pidana kembali menyusun kebijakan perubahan peraturan perundang-undangan di bidang Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi (GAAR). Direktur Pidana Haris Sukamto mengatakan peran penting Ditjen AHU dalam penyusunan kebijakan perubahan peraturan perundang-undangan bersama Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan adalah untuk memperbaiki prosedur pengajuan permohonan Grasi, meningkatkan efisiensi proses dan memberikan ketentuan hukum positif bagi permohonan Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi.
‘’Ditjen AHU memiliki peran penting dalam proses penanganan permohonan Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi sehingga perlu adanya perbaikan regulasi untuk memudahkan pelayanan dan memperbaiki prosedur pengajuan permohonan proses Grasi agar lebih cepat dan mudah’’ Kata Haris Sukamto, di Jakarta, Senin (29/7/24).
Haris mengajak semua pihak untuk bersama-sama berpartisipasi aktif dalam memperbaiki permasalahan yang ada di Undang-Undang Grasi terdahulu agar dapat memberikan ketentuan hukum positif bagi permohonan Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi sehingga diharapkan dapat percepatan dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang GAAR.
‘’Mari kita bahas Rancangan Undang-Undang GAAR ini dengan baik dan tidak ada yang saling menyalahkan antar Kementerian/Lembaga’’ ajaknya.
Haris menyinggung soal masih banyaknya regulasi dan kewenangan penanganan Grasi yang tumpang tindih misalnya Kementerian Sekretariat Negara menghubungi langsung ke Lapas dimana kedudukan Lapas ada dibawah naungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM tanpa melalui pemberitahuan secara resmi.
‘’Jika bicara tentang keterlambatan, Kementerian Sekretariat Negara juga melakukan keterlambatan penanganan layanan Grasi yakni berdasarkan kajian pertimbangan hukum 100 (seratus) lebih permohonan Grasi yang kami sampaikan hingga saat ini belum diberitahukan Keputusan Presiden kepada Kementerian Hukum dan HAM’’ ujarnya.
Haris menegaskan hingga saat ini, untuk melakukan pertimbangan Grasi kami masih melalui tata cara prosedur birokrasi. Sebagai contoh terkait Permohonan Grasi secara umum kami berkoordinasi dengan Ditjen PAS melalui Direktorat Pembinaan Narapidana. Dia berharap untuk mengatasi keterlambatan proses ini, pemerintah dapat mengambil trobosan untuk memastikan bahwa proses pengajuan permohonan Grasi dilaksanakan sesuai dengan Undang-undang yang berlaku dan perubahan peraturan perundang-undangan yang mengatur permohonan Grasi. Selain itu, wacana adanya sistem online bagi permohonan Garsi dapat mempermudah para narapidana atau pihak terkait dalam mengajukan permohonan karena tidak perlu hadir secara fisik, sehingga proses ini akan dapat meminimalisir kesalahan administratif dan pelayanan dapat dilakukan dengan lebih cepat dan tepat.
‘’Saya berharap melalui perubahan peraturan perundang-undangan ini akan mempermudah permohonan Grasi sehingga tidak menutup kemungkinan pengajuan itu dapat dilakukan secara online untuk meningkatkan efisiensi proses penanganan permohonan Grasi’’ Tutupnya.