
Jakarta - Hari ini Undang-Undang Kerjasama Internasional Pemerintah Indonesia dengan Konfederasi Swiss resmi di sahkan dalam Rapat paripurna DPR
Undang - Undang (UU) tersebut berkaitan dengan hukum pidana dan kerja sama bidang pertahanan.
Wakil ketua Komisi III Ahmad Sahroni yang awalnya menyampaikan laporan pembahasan RUU tentang Pengesahan Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana antara Republik Indonesia dan Konfederasi Swiss (Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters Between The Republic of Indonesia and The Swiss Confederation).
" UU ini akan mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, membantu menghadirkan saksi, meminta dokumen rekaman dan bukti, penanganan benda dan aset untuk tujuan penyitaan dan/atau penyediaan aset, penyediaan informasi yang berkaitan dengan suatu tindak pidana mencari keberadaan seseorang dan asetnya, mencari lokasi dan data diri seseorang serta asetnya, termasuk memeriksa situs internet yang berkaitan dengan orang-orang tersebut, serta menyediakan bantuan lain sesuai perjanjian yang tidak berlawanan dengan hukum di negara yang diminta bantuan," kata Sahroni di ruang rapat paripurna, gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (14/7/2020)
Sementara itu Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Yasonna Laoly hadir dalam Rapat Paripurna selaku Wakil Pemerintah berharap RUU MLA Indonesia-Swiss disahkan menjadi UU.
"Kita semua mengharapkan RUU dapat disetujui bersama dalam Rapat Paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi UU sehingga akan menjadi dasar hukum dalam meningkatkan efektivitas kerja sama pemberantasan tindak pidana yang bersifat transnasional, meliputi tindak pidana korupsi, pencucian uang, tindak pidana fiskal. Perjanjian ini juga memuat fitur-fitur penting yang sesuai dengan tren kebutuhan penegakan hukum sehingga dapat diharapkan menjawab tantangan dan permasalahan tindak pidana yang dihadapi oleh kedua negara," kata Yasonna.
"Penyelesaian kasus tindak pidana transnasional ini tidak mudah. Hal ini berbeda dengan penanganan kasus tindak pidana dalam teritorial negara. Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana transnasional memerlukan kerja sama bilaterlal dan multilateral, khususnya di bidang penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan dan pelaksanaan putusan pengadilan," ujar Yasonna.
"Langkah selanjutnya tentu kami akan membentuk tim dan duduk bersama-sama dengan Bareskrim, Kejaksaan, KPK, serta Kementerian Luar Negeri untuk melakukan asset tracing (pelacakan aset, red.)," kata Yasonna saat ditemui wartawan selepas sidang paripurna.