Yogyakarta - Peringkat kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB) Indonesia berdasarkan laporan Bank Dunia (World Bank) turun satu peringkat dari 72 menjadi 73. Hal itu terjadi meskipun diketahui bahwa indeks atau skor EODB Indonesia mengalami kenaikan. Dalam laporan Doing Business 2019 yang dirilis Bank Dunia, indeks yang diraih pemerintah naik 1,42 menjadi 67,96. Dalam rangka peningkatan peringkat kemudahan berusaha di Indonesia, dimana target dari Presiden Joko Widodo agar Indonesia masuk peringkat 40 (empatpuluh) dunia perlu adanya pengaturan tentang Badan Usaha di Indonesia. Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) disebut memegang peranan penting dalam kemudahan berusaha dengan memberikan layanan permohonan pengesahan Badan Usaha terus menatangkan penyusunan Rancangan Undang – Undang ( RUU ) Badan Usaha.
‘’Meskipun pada indikator EoDB untuk Starting a Business rangking Indonesia naik dari posisi 144 ke posisi 134, akan tetapi kita harus tetap merespon turunnya peringkat EoDB ini dengan cepat dan tepat, langkah-langkah apa saja yang harus Indonesia lakukan’’ kata Sekretaris Dirjen AHU Cahyo R Muzhar, saat membuka acara Focus Group Discussion penyusunan RUU Badan Usaha, DI Yogyakarta. Rabu (15/11/18).
Menurutnya penyusunan RUU Badan Usaha menjadi sesuatu yang urgent untuk dilaksanakan. Dia juga menyebut Upaya yang telah dilakukan oleh Ditjen AHU dalam mendukung komitmen pemerintah tersebut, antara lain adalah Penyusunan kajian RUU Badan Usaha.
Dia juga mengajak para pihak yang terlibat didalam diskusi ini agar cermat dalam mengidentifikasi dan menganalisis substansi-substansi pembaharuan yang perlu diatur dalam RUU Badan Usaha, baik mengenai ruang lingkup badan usaha yang perlu di atur maupun ruang lingkup tiap-tiap badan usaha yang diatur, termasuk perkembangan-perkembangan baru dalam setiap badan usaha.
‘’Konsep pembaharuan yang terbaik untuk Indonesia dengan tiga alternatif pilihan konsep Omnibus Law dan Konsep Kodefikasi dengan memperhatikan sistem hukum Indonesia dan best practice negara-negara lain;’’ kata Danan. Dia juga menambahkan perlunya meningkatkan iklim perekonomian dengan mendorong kewirausahaan di Indonesia, agar masyarakat Indonesia dapat lebih sejahtera dengan kemudahan dalam berbisnis khususnya bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dengan melakukan Pembaruan/reformasi hukum dalam bidang keperdataan. Hal ini, sambung Danan dikarenakan Undang-undang Badan Usaha juga akan mengatur hal-hal baru seperti Beneficial Ownership;
‘’Reformasi Regulasi melalui Simplifikasi Peraturan Perundang-undangan dengan mempermudah dan mempersingkat perizinan badan usaha menjadi hal yang sangat penting’’ Tutup Danan.
Sementara itu sekertaris Ditjen AHU Danan Purnomo mengatakan Dalam kurun waktu 2016 sampai dengan 2018, beberapa upaya seperti perubahan prosedur dan pengeluaran kebijakan telah lakukan pemerintah dalam upaya memperbaiki iklim kemudahan berusaha di Indonesia. Dirinya menyebut diterbitkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2016 Tentang Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas, yang diundangkan pada tanggal 14 Juli 2016 ‘’Badan hukum perseroan terbatas menjadi sangat dipermudah karena modal dasar perseroan terbatas yang dahulu minimal harus sebesar 50 juta rupiah, sekarang dikembalikan kepada kesepakatan para pihak (pendiri perseroan) artinya modal dasar bisa kurang dari 50 juta rupiah disesuaikan dengan kegiatan perseroan terbatas yang akan dijalankan’’ Ujar Daulat Direktur Perdata pada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.
Dia Juga sebut banyak tumpang tindih peraturan, dimana hal tersebut sangat tidak baik pengaruhnya untuk iklim usaha di Indonesia, sehingga harus melakukan perubahan fundamental dalam rangka membereskan disharmonisasi pengaturan yang ada.
“Upaya ekstra keras harus dilakukan tidak cukup hanya memindahkan suatu proses permohonan yang dulu bersifat manual berubah menjadi sistem online, tidak cukup hanya memangkas prosedur lamanya waktu permohonan, kita perlu benahi pengaturan-pengaturan mengenai berusaha di Indonesia’’ Tutup Daulat.