Depok - Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembanguan yang berkesinambungan, para pelaku pembangunan baik pemerintah maupun masyarakat, baik perseorangan maupun badan hukum, memerlukan dana yang besar. Seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan yang sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang diperoleh melalui kegiatan pinjam-meminjam kredit.
“Hadirnya fidusia di tengah-tengah masyarakat tidak hanya memberikan kepastian hukum semata, namun juga bisa mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan kemudahan berusaha di Indonesia, dalam hal penguatan usaha mikro kecil menengah yang bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap prosedur dan tata cara di dalam pendaftaran fidusia. Ungkap Direktur Perdata Daulat P. Silitonga saat membuka kegitan Focus Group Discussion (FGD) Optimalisasi Kesempatan dan Kemudahan Berusaha melalui Perubahan Undang-undang Jaminan Fidusia sebagai Jaminan Kebendaan di The Margo Hotel, Depok (23/10).
Saya sangat mengapresiasi kegiatan ini, sambung Daulat, karena dengan diadakannya Focus Group Discussion (FGD) yang merupakan diskusi hukum bersama pemangku kepentingan, pelaku bisnis dan masyarakat, diharapkan mampu meningkatkan pemahaman, wawasan dan menyamakan persepsi serta merumuskan kaaidah dan norma hukum yang kongkrit dalam rangka menambah bahan kajian perubahan undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Tambahnya
Sementera itu Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Freddy Harris menambahkan “hak cipta memberikan hak terhadap berbagai komersialisasi dari property berupa karya ciptaan. Sejak disahkannya UU No.28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) untuk menggantikan UU Hak Cipta yang lama, muncul pengaturan baru di Pasal 16 bahwa hak cipta bisa menjadi objek jaminan fidusia.
Hak cipta sebagai jaminan fidusia bukan hal yang mudah. Pertama, harus dipahami bahwa konstruksi hak cipta di Indonesia dibagi menjadi hak ekonomi dan hak moral. Hak Cipta dapat menjadi jaminan fidusia sebatas pada hak ekonominya. Kedua, hak ekonomi yang bisa dialihkan ini pun membuat Pemegang Hak Cipta tidak selalu si Pencipta.
Misalnya, ketika berkaitan dengan hak cipta dalam musik. Pencipta musik, produser, artis yang menampilkan pertunjukan musik, dan komposer masing-masing memiliki hak ekonomi.
“Oleh karena itu, perlu ada kejelasan soal siapa yang berhak menjadi debitur dalam jaminan fidusia berupa hak cipta. Peran penting notaris dibutuhkan untuk menyusun konstruksi hak apa saja yang diserahkan kepada kreditur sebagai jaminan fidusia.” Tutupnya.