MEDAN – Tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme dapat mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, serta membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bemegara berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal tersebut membuat Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) gencar mensosialisasikan Peraturan Presiden Rebublik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 tentang penerapan prinsip mengenai manfaat dari korporasi dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme.
Direktur Perdata Daulat P Silitonga mengatakan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme, perlu adanya pengaturan dan mekanisme untuk mengenali pemilik manfaat dari suatu korporasi guna memperoleh informasi mengenai pemilik manfaat yang akurat, terkini, dan tersedia untuk umum.
Dia menjelaskan sistem Pelayanan Administrasi Korporasi adalah sistem administrasi yang diselenggarakan oleh Instansi berwenang dalam pemberian pelayanan pendaftaran, pengesahan, persetujuan, pemberitahuan, perizinan usaha, atau pembubaran Korporasi, baik secara elektronik maupun nonelektronik.
‘’Termasuk Ditjen AHU yang mempunyai kewenangan dalam melegakan suatu korporasi’’ Jelas Daulat saat membuka acara sosialisasi Perpres No13 tahun 2018,di Hotel JW Marriott, Jl. Putri Hijau No. 10 Medan. Kamis (18/18).
Sementara itu Ardiyansah Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kantor wilayah Kemenkumham Sumatra Utara juga menambahkan pemberantasan penyimpangan pemilik manfaat. Hal tersebut kata Dia dikarenakan pasal 33 Undang undang No.25 Tahun 2007 tentang penanaman modal hanya meng-cover mengenai perseroan terbatas.
‘’ tidak hanya perseroan terbatas saja tetapi korporasi yang lain seperti Yayasan,CV dan Firma, karena banyak pemodal yang juga tidak diketahui identitas dan keberadaannya, sehingga sulit untuk menentukan siapa pemilik manfaat yang sebenarnya’’ tutupnya.
Novariza Spesialis Kerjasama KPK yang turut hadir sebagai narasumber dalam acara tersebut mengatakan pemidanaan korporasi menjadi penting dan persamaan perlakuan di depan Hukum sehingga perlu dorong integritas di sektor swasta dan penguatan sistem compliance pertumbuhan ekonomi terhadap Badan hukum maupun bukan badan hukum (termasuk perusahaan, yayasan, CV, firma, asosiasi dan bentuk lain selama merupakan perkumpulan orang atau kekayaan).
‘’Itu dijelaskan dalam PERMA No 13 Tahun 2016 telah mengatur Ketentuan umum termasuk bentuk korporasi baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum dan pengurus yang juga meliputi penerima manfaat (beneficial owners)’’ tambahnya
Tata cara penanganan perkara dengan pelaku tindak pidana, sambung Novariza adalah korporasi, mulai dari tata cara pemeriksaan sampai dengan penanganan korporasi induk.
‘’substansi dan yang berhubungan serta korporasi yang melakukan peleburan, penggabungan, pengambilalihan serta pemisahan’’ tutupnya.
Hilda Mulyadin Kepala seksi Badan Hukum sosial menyatakan bahwa Pemilik Manfaat adalah orang perseorangan yang dapat menunjuk atau memberhentikan direksi, dewan komisaris, pengurus, pembina, atau pengawas pada Korporasi, memiliki kemampuan untuk mengendalikan Korporasi, berhak atas dan/atau menerima manfaat dari Korporasi baik langsung maupun tidak langsung, merupakan pemilik sebenarnya dari dana atau saham Korporasi dan/atau memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden ini
‘’Pemilik Manfaat dari perseroan terbatas merupakan orang perseorangan yang memiliki saham lebih dari 25%o (dua puluh lima persen) pada perseroan terbatas sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar’’ tutupnya.